Tampaknya, prinsip keteraturan memang menjadi dasar sejak titik awal, yaitu pemilihan lokasi. Ketinggian dan ketersediaan air menjadi salah satu syarat utama pembangunan candi-candi penyembahan. Keberadaan candi-candi itu di tempat yang tinggi, didasarkan pada kepercayaan pra-Hindu yang menganggap roh-roh leluhur tinggal di gunung.
Sementara kedekatan dengan sumber air juga merupakan keharusan. Air adalah salah satu elemen terpenting dari sebuah upacara. Kebanyakan candi yang menghadap ke timur dan barat juga berkaitan dengan perjalanan hidup yang dimulai dari kelahiran dan kematian. Menurut arsitek Andy Siswanto, Candi Dieng itu sangat struktural. Ia lalu menunjuk pada sumbu-sumbunya yang berhubungan dengan sebuah tatanan keteraturan (kosmik).
Keteraturan dan keselarasan ini tampaknya menjadi dua kata kunci untuk memaparkan di mana letak keindahan candi Dieng. Dengan kata lain, kesederhanaan, keseimbangan, dan kesesuaian dengan alam sekitar yang melatarinya, ternyata tak hanya memperkokoh daya dukung lingkungan. Melainkan juga turut menambah nuansa estetis. Itu satu hal yang tak bisa dibantah. Toh sejarah telah menguji dan membuktikannya.
Bertandang ke Candi Dieng barangkali merupakan ziarah pada sebuah peradaban yang datang dari masa silam. Suatu masa yang seakan tak henti-hentinya menawarkan kepada kita sebentuk kearifan hidup. Misalnya, tentang bangunan yang selaras dengan alam. Seperti yang tampak dalam matra estetik candi Dieng.
Foto: confucian.me
Sumber: intisari-online.com