Follow Us

Kota Lama Semarang yang Merana

Febrina Syaifullana (@vinna_mooo) - Sabtu, 18 Januari 2014 | 12:00
Kota Lama Semarang yang Merana
Febrina Syaifullana (@vinna_mooo)

Kota Lama Semarang yang Merana

Membangun gedung bisa jadi sulit. Namun, lebih sulit merawatnya. Terlebih gedung itu sudah melintasi beberapa generasi. Kota Lama Semarang bisa menjadi cermin.

Siang yang terik saya duduk-duduk ngadem di Taman Srigunting, sebuah taman di samping Gereja Blenduk, Semarang. Keteduhan dan semilir angin sedikit menepis panasnya hawa Semarang saat itu. Meski saya sedikit terganggu oleh ulah semut merah yang ternyata berkeliaran di hampir semua bangku di taman itu.

Taman berbentuk persegi itu kira-kira memiliki luas 1.500-an meter persegi. Di setiap sudutnya terdapat pohon lamtoro yang sudah besar dan rindang. Di sekeliling pohon ini dibikin empat bangku dari beton. Siang itu masing-masing sudut sudah terisi beberapa orang yang juga ngadem.

Di sudut yang berdekatan dengan Gereja Blenduk beberapa anak sekolah sedang berkumpul sehabis pulang sekolah. Di sebelahnya beberapa bapak-bapak terlihat sedang mengobrol. Di seberang ada bermacam aktivitas. Dua lelaki tidur-tiduran, sementara ada seorang bapak yang dikeroki, tiduran beralaskan koran. Sementara di pojokan satunya segerombolan pengamen beristirahat sambil menghibur diri dengan menyanyikan lagu-lagu balada.

Saya istirahat setelah menyusuri kawasan Kota Lama Semarang. Zaman dulu, Semarang merupakan wilayah strategis di pesisir utara Pulau Jawa. Pada zaman Belanda telah menjadi kota perdagangan dan juga kota pemerintahan. Tak heran kalau di sini bertebaran gedung-gedung tua di sudut kota bergaya Eropa. Saat ini beberapa gedung masih tetap berdiri kokoh dan difungsikan sebagai kantor pemerintahan, rumah tinggal, kantor perusahaan jawatan, hingga hotel.

Kawasan Kota Lama Semarang menjadi jendela untuk melihat kebesaran Semarang masa lalu. Ada Gereja Blenduk, Stasiun Kereta Api Tawang, Gereja Gedangan, Nilmij, Taman Sri Gunting, Marba, Marabunta, dan De Spiegel. Kawasan ini telah direvitalisasi dan dijadikan kawasan cagar budaya. Plang soal penetapan ini ada di taman tempat saya beristirahat sejenak tadi.

Status sebagai cagar budaya tadi membuat bangunan-bangunan kuno di sini dilindungi. Agar kawasan ini tidak banjir dan rob air laut, Pemerintah Kota Semarang telah membangun kolam retensi di depan Stasiun Kereta Api Tawang yang berfungsi sebagai polder pengendali banjir.

Di kawasan kota lama ini wisatawan dapat menyaksikan peninggalan pusat perdagangan pada zaman dulu. Terbuka untuk umum setiap harinya, kawasan ini menarik untuk dilihat dan menjadi cermin bagi kita bahwa amat susah yang namanya memelihara. Hanya beberapa bangunan yang terawat. Meski bangunan itu difungsikan, tak menjamin bahwa pemakainya merawat sebagaimana mestinya. Alhasil, miris melihat bangunan yang bersejarah tapi digunakan tanpa belas kasihan. Ibarat sapi tua yang masih dikaryakan untuk mengangkut barang.

Dari beberapa bangunan terawat, salah satunya Gereja Blenduk. Nama di plang sebenarnya GPIB Immanuel. Namun karena kubah gereja berbentuk bulat setengah lingkaran, yang dalam bahasa local disebut mblenduk, maka bangunan gereja Kristen tertua di Jawa Tengah ini dikenal dengan Gereja Blenduk. Gereja ini dibangun pada tahun 1753 dengan bentuk segi delapan (heksagonal).

Kubahnya yang menjulang dilapisi perunggu. Kubah ini sering dijadikan latar belakang pemotretan pranikah, seperti terlihat siang hari itu. Beberapa komunitas penggemar fotografi juga menjadikan kawasan sekitar gereja sebagai tempat belajar memotret. Masuk ke dalam akan semakin mengundang decak kagum. Sebuah orgel Barok terletak di altar gereja. Arsitektur di dalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani. Tahun 1894 gereja direnovasi oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde. Mereka menambahkan dua menara di depan gereja.

Dari belakang gereja ini kita bisa menyusuri kawasan ini. Terlihat banyak tembok bangunan yang terkelupas atau ditumbuhi tanaman. Lumut menempel di sana-sini. Karena lokasinya tak jauh dari pantai, beberapa jalan yang di-paving block tergenang air rob atau sisa hujan semalam. Bahkan ada jalan yang tergenang air setinggi 20-an cm.

Sempat melongok ke beberapa bangunan yang digunakan, rata-rata pemeliharaannya kurang. Butuh biaya yang besar memang buat merestorasi bangunan-bangunan yang ada. Akan tetapi, kawasan ini akan bernilai jual tinggi jika bangunan-bangunannya terawat dan jejalanan dibersihkan dari lalu lalang kendaraan. Melihat bus AKDP yang kejar-kejaran di depan Gereja Blenduk hati saya miris.

Merawat memang butuh energi. (Where To Go Joglosemar)

Sumber: intisari-online.com

Editor : Febrina Syaifullana (@vinna_mooo)

Latest