IDEAOnline-Tiga fokus inisiatif berkelanjutan dilakukan oleh Mowilex—anak perusahaan dari Asia Coatings Enterprises, Pte. Ltd., produsen cat dan pelapis yang sudah ada sejak 1970—adalah pengurangan emisi karbon, pengurangan plastik, dan konservasi laut.
Rabu (30/10/2019), Mowilex mengumumkan bahwa ia telah menjadi perusahaan manufaktur pertama di Indonesia, dan satu-satunya produsen cat di negara ini yang memiliki sertifikasi karbon netral dari SCS Global Servis.
SCS Global Service adalah sebuah badan sertifikasi yang diakui secara internasional, melakukan evaluasi melalui pihak ketiga untuk menghitung emisi yang dihasilkan oleh Mowilex, yang mencakup semua lokasi dan operasinya.
Baca Juga: Bingung Kreasikan Ruang Makan Mungil di Rumah? Tilik Inspirasi Berikut Ini!
"Menjadi pemimpin industri, bukan berarti hanya sekadar memproduksi cat dan pelapis berkualitas tinggi kepada konsumen kami, tetapi juga bertanggung jawab atas emisi karbon yang dihasilkan dari operasi kami," kata Niko Safavi, CEO Mowilex.
"Kami menjadikan program keberlanjutan ini sebagai nilai inti perusahaan dan berharap dapat menginspirasi perusahaan lain yang belum berkomitmen terhadap sumber daya yang signifikan untuk mengatasi tujuan perubahan iklim, yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia," tambahnya.
"Menjadi karbon netral adalah proses yang mahal dan ini akan memaksa kami untuk menjadi lebih hemat energi, " lanjutnya.
Mowilex mengimbangi jejak karbonnya berdasarkan CarbonNeutral Protocol yang dikembangkan oleh Natural Capital Partners, pemimpin global yang mempelopori proses sertifikasi dan mulai mengembangkan protokol ini pada tahun 2002.
Mowilex juga telah berkomitmen untuk mengurangi bahan kemasan plastik baru sebesar 80% dalam kurun waktu 8 tahun.
Untuk mencapai hal ini, perusahaan akan berupaya untuk kembali ke kemasan kaleng timah yang dapat didaur ulang, material plastik dengan konten daur ulang, dan bekerja sama dengan pemasok dan perusahaan pengelolaan limbah untuk mengeksplorasi alternatif pengemasan dan pengumpulan limbah sampah.
Baca Juga: Ini Cara Kerja Teknologi Plasmacluster Sehatkan Ruang & Usir Polusi!
"Inisiatif ini cukup terhubung dengan baik dalam pandangan kami," kata Tania Ariningtyas, Manajer Urusan Lingkungan Mowilex, dalam rilis yang dibagikan.
"Indonesia adalah salah satu penyumbang polusi plastik teratas, yang mempengaruhi kehidupan laut. Indonesia juga merupakan penghasil emisi CO2 terbesar ke-15. Inisiatif kami berupaya menanggulangi ketiga hal tersebut, tetapi upaya kami saja tidak cukup, "lanjutnya.
Baca Juga: Pegang Tangan Galih, Barbie Kumalasari Jelaskan Dirinya Tak Butuh Bilik Asmara 'Kalo Ada Boleh Juga'
Arningtyas menambahkan, di semua pelaku perusahaannya juga berhenti mengkonsumsi air kemasan plastik dan kami beralih dengan berinvestasi menggunakan sistem filtrasi, yang mana hal ini menghilangkan lebih dari 12.000 air kemasan plastik.
Mowilex juga membantu LSM melakukan konservasi laut.
Mewakili Mowilex, ACE telah mendanai program Konservasi Internasional yang akan terus melindungi Teluk Saleh, yang memiliki luas 1.500 kilometer persegi di Sumbawa, Indonesia selama 5 tahun ke depan.
Program ini akan memelihara dan melindungi habitat penting bagi hiu paus yang terancam punah serta mendukung masyarakat setempat untuk mengembangkan ekowisata yang berkelanjutan.
Konferensi pers yang dilakukan oleh Mowilex turut dihadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Kantor Bina Marga Pemerintah Provinsi Jakarta, Layanan Global SCS, International Conservation dan Jaringan Pakar Perubahan Iklim Kehutanan Indonesia (APIKI).
"Mowilex telah melewati tonggak penting di negara ini, di mana konsumen mencari sosok pemimpin dan perusahaan yang bertanggung jawab," kata Nicole Munoz Direktur Pelaksana, Layanan Sertifikasi Lingkungan di SCS Global Services.
Dengan apa yang telah dilakukan, Mowilex ingin menginspirasi sekaligus mengajak perusahaan lain, baik domestik maupun internasional, berkomitmen lebih banyak terhadap sumber daya untuk melindungi lingkungan Indonesia dan memerangi perubahan iklim global.
"Dampak jangka panjang bagi kami jika lingkungan rusak adalah hilangnya pasar—risiko bisnis nyata—belum lagi itu adalah masalah besar bagi banyak konsumen kami, terutama generasi yang lebih muda," kata Niko Safavi.
“Karena Indonesia merupakan wilayah tangkapan karbon terbesar di dunia dengan hutan dan lahan gambutnya, segala upaya perubahan iklim secara global perlu dilakukan untuk menjawab permasalahan yang ada di Indonesia” tutupnya.
Baca Juga: Bata Merah Bikin Rumah Hijau ini Humble dan Hangat, Lihat Juga 4 Tamannya yang Cantik!
Baca Juga: Mau Pakai Atap Hijau? Ini 3 Hal Penting yang Harus Diperhatikan!
(*)