The Twins, Hunian Rp450 Juta di Lahan 70 Meter untuk Dihuni Dua Keluarga

Sabtu, 28 Desember 2019 | 09:37
Dok. Delution Architect

Gang sempit 1,5 meter tidak cukup dilalui mobil.

IDEAOnline-Membangun rumah impian selalu mahal dan punya lahan yang luas adalah paradigma yang berhasil dipatahkan oleh Delution Architect melalui proyek rumah ini.

The Twins, hunian kontemporer yang harmonis dengan lingkungan menampilkan "bongkahan batu" yang teriris di bagian sudutnya.

Kerasnya batu dilunakkan oleh pohon Pulai yang menjulang menaungi bangunan.

Ini penampakan awal hunian yang dibangun di kawasan Cipulir, Jakarta, yang didesain cantik dan solutif oleh Delution Architect.

Baca Juga: Membangun Rumah Impian Tidak Harus Mahal! Delution Talk Vol. 1

Dok. Delution Architect

Fasad nampak semacam bongkahan batu dengan taaman hijau subur menyembul.

Rasanya tak terbayang saat tahu luas lahan yang dimiliki hanya seluas 70 meter persegi, namun mampu menampung 2 dua keluarga dengan total penguhuni 5 orang.

Dua massa bangunan diciptakan di hunian yang bisa dicapai melaui akses gang selebar 1,5 meter, yang karena terbatasnya ukuran, tidak bisa dilalui kendaraan roda 4 (mobil), namun hanya dengan sepeda motor.

Baca Juga: Rumah Tumbuh Berkonsep Kubisme dengan Gaya Modern Kontemporer

Dok. Delution Architect

Bukaan yang terpola sebagai solusi pencahyaan dan pengudaraan.

Dua bangunan rumah yang didesain dengan konsep twin house ini diperuntukkan bagi dua keluarga yang adalah kakak beradik.

Pengolahan bentuk massa bangunannya simpel, dengan penggunaan material yang menampilkan kesederhanaan.

Kreativitas desain dioptimalkan oleh sang arsitek dengan memerhatikan isu-isu keterbatasan kondisi site, baik lokasinya yang berada di lingkungan yang padat penduduk maupun lahan yang hanya seluas 70 meter persegi untuk kebutuhan ruang bagi 5 penghuni.

Baca Juga: Inspirasi Desain Rumah 60 m2, Ramah Lingkungan dan Tampak Alami!

Dok. Delution Architect

Dua massa bangunan untuk dua keluarga.

Kondisi ini direspon dengan bentuk bangunan yang memerhatikan lingkungan sekitar, keutuhan masing-masing keluarga, dan kebutuhan ruang, serta keselarasan dua bangunan yang dibuat di satu lahan yang sama.

Konsep Twin House secara tersirat memperlihatkan hubungan “kakak beradik” yang merupakan identitas penghuni, yang diperlihatkan lewat bentuk massa yang senada namun berbeda ukuran.

Baca Juga: Hadirkan Darling Harbour, Crown Bangun Kawasan Beach Club di Ancol

Dok. Delution Architect

Ruang public digunakan bersama demi optimalisasi lahan dan terjalinnya interaksi antarpenghuni.

Komposisi dua kamar tidur dengan toilet di setiap kamarnya, dapur dan area makan diperuntukkan bagi keluarga yang memiliki empat orang anggota keluarga.

Sedangkan rumah kedua berada disampingnya, memiliki satu kamar tidur lengkap dengan toilet, dan area ruang tamu.

Penciptaan ruang yang tergolong area public sengaja dibuat tunggal untuk menyiasati sempitnya lahan pada bangunan ini.

Bersatunya area public bukan sekadar solusi keterbatasan lahan, tapi juga membuat setiap keluarga yang tinggal pada dua bangunan ini tetap memiliki zona privasinya masing-masing, namun tetap dapat bersatu dan saling berhubungan (saling membutuhkan).

Area-area public ini dapat diakses melalui pintu dari masing-masing rumah yang saling berhadapan satu sama lain.

Konsep compact dan connecting diterapkan pada dua massa bangunan ini.

Dengan budget Rp450 jutaan, Delution dengan kreativitas desainnya, memungkinkan rumah mungil ini memiliki space yang cukup luas jika suatu saat dibutuhkan untuk acara-acara tertentu.

Baca Juga: Ini Kata Yori Antar tentang Desain Penataan Ibu Kota Baru Indonesia

Dok. Delution Architect

Tangga putar yang nyaman dan beberapa bukaan ditempatkan secara terpola.

Tangga sebagai penghubung lantai 1 dan dua didesain melingkar dengan tetap memerhatikan kenyamanan pengguna saat menaiki dan menuruninya.

Tangga melingkar yang berdiri di atas kolam beton ini cukup luas, bahkan bisa dilalui oleh dua orang yang berjalan berdampingan.

Sirkulasi udara yang lancar dan produksi udara segar disiasati dengan cerdik oleh arsitek dengan menghadirkan area penghijauan yang maksimal di dua massa bangunan.

Bukaan dihadirkan melalui jendela yang penempatannya terpola namun tampil seolah acak menghias kulit bangunan dan memberi esensi hidup bertetangga yang berdekatan dan tidak “eksklusif”.

Dok. Delution Architect

Tampilan bangunan tidak nampak eksklusif, menyatu dan serupa dengan lingkungan.

Salah satu contohnya, adalah jendela di area tangga putar, selain untuk pencahayaan dan pengudaraan, bukaan ini memungkinkan terjadinya interaksi dengan tetangga.

Ada pula jendela yang ditempatkan seakan “menyisip” di kitchen set cabinet, di mana view jendela ini langsung ke akses warga.

Hunian mungil ini juga menerapkan mini twins garden, grow concept, dan dry garden.

Mini garden ditaa indah di depan pekarangan rumah dan berhasil menyegarkan suasana rumah.

Dok. Delution Architect

Tersedianya resapan air di area luar menandai bangunan yang ramah alam.

Yang membanggakan, tantangan terbatasnya lahan tak menyurutkan arsitek untuk tetap “menghijaukan” hunian dan mencukupi dengan pasokan oksigen dengan menghadirkan dua pohon besar yang di tanam di masing-masing rumah.

Kehadiran pepohonan di lantai 2, menjadikan area ini tercozy bagi pemilik rumah karena kesegarannya.

Adapun tanaman-tanaman kecil cantik, berhasil menyegarkan gang sempit yang menjadi akses menuju hunian ini.

Tumbuhnya pohon yang subur menyegarkan hunian, memberi bukti bahwa beton tak menghalangi kehadiran pohon, namun justru mendukung pohon untuk tumbuh subur.

Melihat keberadaan hunian ini, pantas saja, budget yang minim bisa diopimalkan.

Baca Juga: Dayak Melihat Dunia: Kearifan Lokal Masyarakat Sungai Utik KalBar Berbuah Equator Prize Award dari PBB

FERNANDO GOMULYA

Budget terbatas dioptimalkan dengan pilihan material sederhana dan furnitur fungsional.

Itu dicapai dari pilihan matetial yang digunakan baik untuk finishing lantai, fasad, dan tangga putar.

Furnitur yang digunakan pun sebatas memenuhi sisi fungsional.

Bentuk bangunannya pun ramah dengan bangunan sekelingnya.

Tidak egois dan hadir serupa dengan bangunan sekitar, berdiri sebagaimana fungsinya.

Ruang luar masih menyediakan resapan dan area interaksi dengan tetangga, adalah cerminan keramahan penghuninya, meski tentu tetap menjaga privasi.

Sungguh sebuah hunian nyaman bagi penghuni, yang ramah untuk kantong, untuk alam, dan masyarakat sekitar.

Baca Juga: Mother Earth and Architecture, Pameran Pengembangan dan Konservasi Budaya Suku Dayak Iban di Sungai Utik

(*)

Editor : Maulina Kadiranti