Bagaimana Konsep Ramah Lingkungan pada Material, Ini Kriterianya!

Minggu, 01 November 2020 | 09:30
Foto Licco Indrawan

Matreial pantry dari bahan yang mudah dibersihkan, membuat tampil rapi dan bersih.

IDEAOnline-Bagaimana konsep ramah lingkungan diterapkan pada material?

Dian Fitria dan Andra Nareswari, para pegiat GBC Indonesia pada departemen Rating & Technology, menjelaskan sebagai berikut.

Konsep hijau menawarkan cara pandang baru dalam menyikapi kebutuhan manusia yang seimbang dengan daya dukung lingkungan.

Konsep tersebut diharapkan tidak hanya sebagai tren, melainkan sebagai paradigma masyarakat yang dapat berkembang menjadi gaya hidup.

Dalam industri properti, bangunan hijau merupakan bangunan yang menggunakan sumber daya seperti tanah, energi, air dan material secara efisien, tanpa melakukan kompromi terhadap kesehatan dan kenyamanan penggunanya.

Untuk menghasilkan kinerja bangunan yang baik, konsep hijau sebaiknya diimplementasikan dari fase desain, fase konstruksi, fase operasi dan pemeliharaan bahkan sampai dengan fase pembongkaran.

Material menjadi salah satu elemen penting dalam penerapan konsep bangunan hijau.

Hal ini dikarenakan material memiliki dampak ekologi secara signifikan selama daur hidupnya.

Untuk itu, pemilihan material dilakukan dengan mengevaluasi setiap tahap dalam daur hidupnya.

Secara garis besar, terdapat 3 tahap dalam daur hidup material yang menentukan tingkat keberpihakannya terhadap lingkungan, yaitu tahap produksi, tahap konsumsi dan tahap pembuangan.

Baca Juga: Tuntutan Bangunan Hijau Diberlakukan di seluruh Dunia, Bagaimana dengan Indonesia?

dok. Bluescope

Inovasi baja lapis pada atap berdesain lengkung.

Tahap Produksi

Pada tahap ini terdapat beberapa aspek yang penting di antaranya, aspek bahan mentah atau bahan baku, aspek proses produksi dan aspek distribusi.

Kaidah reduce-reuse-recycle dapat diterapkan untuk tidak serta merta menggunakan material baru yang membutuhkan sumber daya lebih banyak dalam proses produksinya.

Penggunaan material bekas masih layak pakai merupakan langkah yang paling mudah untuk dilakukan.

Langkah ini bertujuan untuk memperpanjang daur hidup material lama sehingga menghindari produksi material baru.

Pilihan lain untuk menghindari produksi material baru adalah penggunaan material hasil daur ulang.

Langkah ini dapat mengurangi sampah yang menjadi beban lingkungan dan mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk ekstraksi bahan mentah.

Pemilihan material yang berdasarkan aspek bahan mentah juga dapat dilakukan.

Material yang bahan mentahnya berasal dari hasil tanaman budi daya dengan masa panen kurang dari 10 tahun dapat dikategorikan sebagai material ramah lingkungan.

Hal ini merupakan salah satu cara agar dapat mengurangi ketergantungan dengan sumber tak terbarukan.

Selain itu, semakin cepat masa panen bahan mentah suatu material, semakin cepat pula masa pemulihan ekologi setempat. Contoh material tersebut misalnya bambu, rotan dan serat jerami.

Aspek proses produksi material dapat berpengaruh terhadap lingkungan sekitar.

Dimulai dari sumber daya yang dibutuhkan seperti energi dan air, sampai pada limbah yang dihasilkan sehingga mempengaruhi kondisi air, tanah dan udara sekitar.

Untuk itu, diperlukan suatu sistem manajemen lingkungan pada pabrik material agar meminimalkan dampak negatif lingkungan, misalnya penggunaan kembali air bersih untuk produksi dari hasil pengelolaan limbah pabrik.

Setelah proses produksi selesai, aspek distribusi diperlukan agar material sampai ke tangan konsumen.

Proses distribusi membutuhkan moda transportasi yang pada umumnya masih menggunakan Bahan Bakar Minyak.

Semakin jauh asal material, semakin besar emisi karbon yang dihasilkan.

Untuk itu, pemilihan material lokal sangat disarankan untuk mengurangi emisi karbon yang menjadi salah satu kontributor dalam efek gas rumah kaca.

Baca Juga: Rumah Kopi Menangi Kompetisi Desain Dunia, Wujudkan Ruang Kontemplatif Manusia dengan Alam yang Sarat Unsur Lokal

Penggunaan material aman bagi anak.

Tahap Konsumsi

Pada tahap konsumsi atau penggunaan, terdapat beberapa aspek yang penting di antaranya, aspek kesehatan, aspek penghematan sumber daya dan aspek pengurangan sampah konstruksi.

Aspek kesehatan.

Aspek ini bagi pengguna harus diperhatikan, karena hampir 80% aktivitas di perkotaan dilakukan di dalam ruang.

Penggunaan material yang tidak beracun merupakan salah satu cara untuk menjaga kualitas udara dalam ruang.

Hal ini dapat dilakukan misalnya melalui pemilihan karpet, cat atau coating yang mengandung kadar VOC rendah. VOC atau Volatile Organic Compound merupakan zat kimia yang mudah menguap sehingga lambat laun dapat menyebabkan penurunan kualitas udara dan berdampak negatif terhadap kesehatan penghuni gedung.

Aspek penghematan sumber daya energi dan air.

Material yang mendorong penghematan energi misalnya material yang memiliki kemampuan menahan panas dari luar sehingga menurunkan beban pendingin ruangan.

Sedangkan material yang mendorong penghematan air misalnya material anti bakteri yang dapat mengurangi frekuensi pembersihan.

Aspek kemudahan pemasangan material.

Aspek ini juga menjadi isu dalam bangunan hijau; misalnya penggunaan material pre-fabrikasi.

Melalui sistem pre-fabrikasi, sampah konstruksi yang dihasilkan dapat berkurang dikarenakan material diproduksi sesuai dengan dimensi yang dibutuhkan dalam proyek.

Baca Juga: Waspadai Lead dan Mercury di Dalam Cat, Apa Bahayanya Jika Terpapar?

dezeen.com

Ilustrasi furnitur terbuat dari kertas dan lem basah.

Tahap Pembuangan

Penggantian material lama menjadi material baru tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan, seperti tuntutan mode atau tuntutan dari umur material itu sendiri.

Akan lebih baik bila material yang digunakan dapat didaur ulang sehingga mengurangi volume sampah hasil proses pembongkaran tersebut.

Selain memiliki kandungan yang dapat didaur ulang, dibutuhkan pula komitmen pihak produsen asalnya untuk menerima dan mengelola kembali material lama tersebut.

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam untuk memproduksi materal bangunan.

Sayangnya, material lokal ramah lingkungan belum menguasai pasar di Indonesia.

Hal ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi produsen lokal untuk mulai berperan dalam mengimplementasikan konsep hijau pada produknya.

Di lain pihak, peran konsumen juga tidak kalah penting dalam bersikap kritis dan selektif terhadap pemilihan material berdasarkan daur hidupnya.

Proses simbiosis antara produsen dan konsumen tersebut diharapkan dapat mewujudkan industri material lokal ramah lingkungan yang tentunya juga memiliki manfaat baik secara ekonomi maupun sosial.

Baca Juga: Empat Ide Simpel Merancang Furnitur Dapur dengan Bentuk Compact

#berbagiIDEA

Editor : Maulina Kadiranti

Baca Lainnya