IDEAOnline-Kementerian Agama (Kemenag) mengizinkan pelaksanaan buka puasa bersama selama Ramadan 2021, dengan sejumlah syarat.
Pelaksanaan buka puasa bersama harus mematuhi ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan atas SE Nomor 3 Tahun 2021 tentang Panduan Ibadah pada Ramadhan dan Idul Fitri 1422 Hijriah.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Fuad Nasar mengatakan, buka puasa bersama tetap bisa dilaksanakan di daerah yang berada dalam kategori zona aman, yakni zona hijau dan zona kuning.
"Harus mematuhi jumlah kehadiran paling banyak 50 persen dari kapasitas ruangan serta menghindari kerumunan," ujar Fuad saat memberikan paparan secara virtual pada rapat koordinasi penanganan Covid-19 nasional yang ditayangkan YouTube Pusdalops BNPB pada Minggu (11/4/2021) malam.
"Hal itu pun juga berlaku untuk kegiatan Nuzulul Quran, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar gedung," kata Fuad.
Namun, SE secara umum menganjurkan kegiatan sahur dan buka puasa dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga inti.
Selain itu, SE yang sama juga mengatur dibolehkannya pelaksanaan shalat tarawih secara berjemaah di masjid, tetapi hanya untuk di daerah yang berstatus zona kuning dan zona hijau.
Tanggapan Ahli
Menanggapi izin buka puasa bersama dari Kemenag, epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menggarisbawahi bahwa dalam pandemi Covid-19 seperti saat ini, izin kegiatan seperti buka puasa bersama seharusnya tidak hanya dilihat dari zonasi dan kapasitasnya.
Sebab, tidak ada jaminan nol virus (tidak ada virus) di suatu wilayah dengan status zona hijau atau kuning.
"Dalam situasi di mana varian virus lebih cepat menular, dalam situasi di mana fasilitas testing, tracing kita yang belum memadai seperti saat ini, meski zona hijau sekalipun tidak menjamin situasinya aman, terkendali, atau minim risiko orang bawa vrius," kata Dicky seperti dikutip oelh Kompas.com, Senin (12/4/2021).
Rekomendasi
Terlepas dari itu, Dicky merekomendasikan agar kegiatan buka puasa bersama memperhatikan 3V, yakni: Venue atau lokasi dan Ventilasi Voice atau suara.
1. Venue atau Lokasi
Dicky menegaskan, kegiatan buka puasa bersama yang biasanya melibatkan orang banyak, lebih dari satu, semestinya dilakukan di ruangan terbuka.
"Oke kapasitasnya 50 persen, tapi dia harusnya outdoor (ruangan terbuka)," kata Dicky.
Selain itu, jarak duduk antara satu pengunjung dengan pengunjung lain tidak boleh berdekatan.
Minimal berjarak satu meter dari pengunjung lain yang ada di kanan, kiri, depan, dan belakang.
"Sebetulnya yang aman dua meter. Dua meter kanan, dua meter kiri. Kalau mau diminimalkan, satu meter (jarak antar pengunjung," imbuh dia.
"Kalau jaraknya berdekatan, enggak memenuhi syarat."
Namun jika tempat makan ada di dalam ruangan, Dicky mengingatkan jarak antar pengunjung yang makan dua meter.
2. Ventilasi Udara
Dicky mengatakan, tidak efektif jika kapasitas pengunjung 50 persen tapi tidak ada ventilasi udara yang baik.
Ventilasi udara yang buruk seperti tidak ada jendela dan ruangan sangat tertutup.
"Yang paling bagus, semua jendela dibuka dan ada banyak (jendela). Bukan cuma satu jendela," kata Dicky.
"Kemudian harus ada kipas angin."
Dia menjelaskan, sebuah studi di Jepang membuktikan bahwa saat jendela dibuka, kipas angin dapat membantu sirkulasi udara lebih baik.
Kipas angin ini sebaiknya diletakkan di dekat pintu dan jendela.
"Itu sudah ada risetnya di Jepang, bahwa kipas angin sangat efektif membantu ventilasi ruangan menjadi lebih lancar," jelasnya.
Dia menambahkan, setidaknya kipas angin diletakkan di dua arah supaya ada sirkulasi.
3. Voice atau Suara
Baca Juga: Puasa Ramadan setelah Sembuh dari Covid-19 harus Diawasi Dokter dan Jalani Tes Khusus? Simak Ini!
Selain lokasi dan ventilasi, buka puasa bersama sebaiknya diberi waktu maksimal 15 menit.
Sehingga buka puasa hanya benar-benar untuk makan dan minum membatalkan puasa.
Tidak ada lagi cerita seperti dulu, di mana buka puasa adalah ajang bertemu teman dan menghabiskan waktu berjam-jam.
Dengan batas waktu 15 menit, diharapkan pengunjung hanya menikmati makanan tanpa berbicara satu sama lain.
"Pas makan jangan ngobrol. Enggak boleh itu. Bicarapun berisiko (tertular virus termasuk Covid-19)," kata Dicky mengingatkan.
Sebab seperti kita tahu, virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 menular melalui cairan pernapasan (droplets).
Droplets banyak keluar ketika kita sedang berbicara.
Pedoman untuk Masjid
Untuk masjid, Dicky mengingatkan agar ada pedoman yang benar-benar diatur.
Masjid yang terletak di pinggir jalan dan permukiman tentu pedomannya berbeda.
Untuk masjid di pinggir jalan, biasanya saat maghrib, orang yang sedang melintas akan mencari masjid untuk beribadah dan berbuka puasa.
Nah, jika ingin menyediakan tempat untuk menjamu orang yang melintas, Dicky menyarankan untuk menerapkan sistem drive-thru atau lantatur.
Misalnya musafir yang melintas kemudian ingin berbuka puasa dan mencari masjid, di dekat masjid tersebut sebaiknya disiapkan tenda dan meja, sehingga orang bisa mengambil takjil atau makanan yang sudah disediakan.
"Disarankan makannya di kendaraan masing-masing, dengan rombongannya dia," kata Dicky.
"Ini akan lebih aman untuk jemaah di situ, juga aman untuk rombongan (musafir)."
Sementara untuk masjid yang ada di permukiman, sebaiknya benar-benar dipastikan bahwa jemaah yang ikut sembahyang adalah penduduk setempat.
"Kalau yang penduduk setempat, utamakan buka di rumah. Masjid hanya untuk shalat dan tarawihnya saja." Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Buka Puasa Bersama Saat Pandemi Covid-19, Ahli Ingatkan 3 Hal Ini
#BerbagiIDEA