Baca Juga : Furnitur Sensoris Ini Bisa Tingkatkan Konsentrasi dan Memori Anak di Rumah
Terbuat seluruhnya dari 21 m hingga 18 m kertas mengapung di dalam Arsenale dan secara vertikal mengiris ruangan menjadi dua, desain Sunyata mengundang para penonton untuk mengalami ritualisasi dengan memulai sentuhan antara indera dan ruang manusia.
Dengan 9600 jahitan tangan untuk membangun paviliun, 100 tombol kertas untuk menstabilkan seluruh struktur, semua dibuat dengan tangan dalam jangka waktu 10 hari, manusia adalah tokoh utama dari konsepsi hingga inisiasi.
Manusia punya kebebasan penuh dan kemerdekaan mutlak memperlakukan ruang kosong tersebut.
Kebebasan, kemerdekaan dari kekosongan ini juga dengan sekaligus menjawab tantangan tema dari kurator Yvonne Farrell dan Shelley McNamara.
Baca Juga : Tak Sembarang Bangun, Ini Makna Filosofis Rumah Tradisional di Bali
Kekosongan di sini dipahami sebagai entitas aktif, sebagai kekosongan yang menuntut untuk ditaklukkan.
Kekosongan sendiri adalah konsep yang sangat berakar diarsitektur Indonesia.
Elaborasi konsep ini tersebar di berbagai etnis dengan berbagai implementasi.
Sunyata atau konsep Kekosongan menempatkan dialog antara manusia dan ruang sebagai inti manifestasi arsitektur.
Beberapa proyek arsitektur yang dengan jelas menggarisbawahi menggunakan konsep Kekosongan ini misalnya reruntuhan kuno Taman Sari di Yogyakarta dan gedung postcolonial Stasiun Jakarta Kota.