IDEAonline-Rumah bergaya tempo dulu yang terletak di Kota Cianjur ini merupakan salah satu cagar budaya dan bangunan bersejarah.
Bumi Ageung yang terletak dihimpit oleh pertokoan ini menjadi salah satu saksi bisu perjuangan rakyat Indonesia di Cianjur untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaannya.
Bumi Ageung artinya "rumah besar" yang berada di daerah Cikidang , Cianjur.
Baca Juga: Bisnis Kostan OYO Life ala Arief Muhammad Bikin Ngekost Jadi Gampang
Rumah milik Bupati Cianjur ke 10, yang menjabat pada periode 1862-1910 (48 tahun).
Raden Adipati Aria Prawiradiredja II, Bupati ke 10 Cianjur yang mendirikan Bumi Ageung sebagai tempat peistirahatan.
Baca Juga: Sebabkan Kanker Hingga Rusak DNA, Ini Penjelasan Mengenai Radiasi Microwave yang Bahayakan Tubuh
Rumah bernuansa vintage itu dibangun pada tahun 1886 sebagai rumah peristirahatannya.
Pada tahun 1910 Bumi Ageung diwariskan kepada putrinya, yakni Raden Ayu Tjitjih Wiarsih. Pada masa lalu, rumah ini berperan penting dalam kemerdekaan.
Bumi Ageung digunakan sebagai tempat perumusan pembentukan tentara PETA yang dipimpin oleh Gatot Mangkoepradja di tahun 1943 samapi 1945.
"Gatot Mangku Pradja, pendiri tentara Peta, pernah melakukan pertemuan di dalam rumah ini, pertemuan tersebut sebagai ajang mengatur strategi tentara PETA," jelas Rachmat Fajar pewaris Bumi Ageung sekaligus keturunan dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II pendiri Bumi Ageung, saat ditemui di Bumi Ageung, Cianjur Jawa Barat, Rabu, (09/10/2019).
Tokoh seperti Gatot Mangkoepradja pendiri PETA, Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air sempat melakukan rapat perencanaan untuk menyusun strategi dalam meraih kemerdekaan Indonesia di rumah berwarna hijau ini.
Fajar keturunan dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II menjelaskan prabotan makan yang berada di Bumi Ageung.
Rumah ini juga pernah diambil alih oleh Jepang karena dinilai sebagai ancaman bagi pergerakan mereka.
Hal itu membuktikan bahwa rumah yang terletah di pusat kota Cianjur ini memiliki peranan penting bagi pemerintahan Indonesia pada zaman perjuangan.
"Jadi waktu tahun 1946 sampai 1948 terjadi pengungsian besar-besaran keluarga besar kami dari Bumi Agung ini ke Kuningan, dan ke Cianjur Selatan karena target sasaran bom rumah ini, karena sering menjadi tempat perundingan," papar Fajar.
Datangnya pasukan Jepang untuk mengambil alih, menimbulkan beberapa banyak barang yang rusak.
Namun, barang-barang yang ada didalam Bumi Ageung sempat diselamatkan oleh warga sekitar dan dapat dipamerkan hingga saat ini.
Isi rumah yang masih bertahan dari awal didirikan hanya 20 persen.
Pada tahun 2010 Bumi Ageung ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya Nasional bedasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Pengelolaan Bumi Ageung saat ini dilakukan oleh generasi kelima dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II.
Bumi Ageung masih dikelola oleh pihak pribadi yaitu keturunan dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II.
Masyarakat yang ingin hadir dalam museum ini tidak dipungut biaya dan gratis.
Bumi Ageung berada di Jalan Mochamad Ali, Kelurahan Solokpandan.
Bumi Ageung menyimpan benda-benda bersejarah seperti sepeda yang pernah ditunggangi Bung Karno.
Alat makan dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II serta menu makanannya, foto-foto tempo dulu Bumi Ageung, dan juga menyimpan nilai sejarah yang besar bagi kota Cianjur.
Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul
Mengunjungi Bumi Ageung, Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan di Cianjur
(*)