IDEAonline - Di balik warnanya yang cantik, orang seringkali dikejutkan oleh rasanya yang cenderung kecut.
Baca Juga: 6 Potret Museum di Cina, Kondisi Tanahnya Terasa Miring Ketika Dipijak, Ini Fakta yang Terungkap!
Baca Juga: 7 Langkah Perangi Polusi Udara di Rumah, Coba dari Bersihkan Karpet di Ruang Tamu
Eits, jangan dulu melemparnya ke bak cuci sebelum Anda mengetahui manfaatnya yang berlimpah.
Khasiatroselaantara lain untuk menurunkan asam urat, Hipertensi, Diabetes mellitus, memperbaiki metabolisme tubuh, melangsingkan Tubuh, menghambat sel kanker, mencegah sariawan dan panas dalam, menambah vitalitas, meredakan batuk, mencegah flu, antioksidan, antihipertensi, antikanker, antidepresi, antibiotik.
Melewatkan sore ditemani pisang goreng dan teh hangat bercampur gula batu yang telah mencair dalam poci tanah liat, bisa jadi momen santai dengan keluarga yang rasanya pemali kalau dilewatkan.
Bagi orang Indonesia, khususnya orang Jawa, kegiatan ngeteh (minum teh) memang telah menempati porsi tersendiri dalam kegiatan sehari-hari.
Meski terdengar sepele, ngeteh, bagi beberapa negara juga sudah jadi kegiatan yang membudaya di kalangan masyarakatnya.
Sebut saja Inggris, Cina, Jepang, dan tentu saja, Indonesia. Rasanya masih ada yang kurang lengkap kalau cairan harum pahit nan lezat itu belum terkecap hangat-hangat saat langit sore menjelang, apalagi kalau cuaca mendung.
Ditambah dengan manisnya gula batu yang tersesap di antara aroma teh. Hmmm… nikmatnya.
Ya, kegiatan satu ini memang sudah jadi budaya turun-menurun yang patut kita lestarikan.
Selain menikmati daun teh yang diseduh dengan air mendidih, ada alternatif lain yang layak dicoba.
Yaitu mencicipi rosela. Tanaman daun ini, bila diseduh memiliki rasa sedikit kecut.
Namun saat dicampur gula batu atau sedikit madu dan dinikmati panas atau dingin, rasa segarnya tak kalah dengan daun teh sekalipun.
Rosela yang Mendunia
Baca Juga: 7 Langkah Perangi Polusi Udara di Rumah, Coba dari Bersihkan Karpet di Ruang Tamu
Tanaman rosela memiliki lebih dari 300 spesies yang tersebar di seluruh dunia.
Salah satunya yang berwarna merah, dengan nama latin Hibiscussabdariffa, adalah tanaman dari spesies Hibiscus yang telah dikembangkan sejak abad ke-15 sebagai tanaman obat yang diolah dengan cara dikeringkan terlebih dahulu.
Rosela awalnya berasal dari daerah India, kemudian dibawa ke Afrika untuk dibudidayakan.
Sejarah mencatatkan, biji rosela dibawa oleh budak Afrika ke daerah Eropa pada tahun 1687.
Sejak itu, tanaman rosela mulai dibudidayakan di negara beriklim tropis dan subtropis di berbagai negara di benua Eropa dan Amerika.
Kelopak merah pada rosela juga banyak diekspor oleh Jerman ke Amerika dan Eropa, untuk dijadikan pewarna makanan alami.
Daunnya yang berwarna hijau dengan kelopak besar banyak juga dikonsumsi menggantikan bayam, dengan rasa yang lebih pedas.
Masing-masing negara telah memanfaatkan berbagai komponen dari pohon rosela untuk berbagai tujuan.
Bisa Tanam di Halaman
Baca Juga: 6 Potret Museum di Cina, Kondisi Tanahnya Terasa Miring Ketika Dipijak, Ini Fakta yang Terungkap!
Rosela bisa menjadi salah satu produkhome farming(kebun di halaman rumah) yang mudah ditanam dan dirawat.
Bentuk pohonnya menyerupai perdu dengan batang-batang halus panjang yang berwarna kemerahan. Rosela bisa tumbuh hingga memiliki tinggi 2,4 m.
Ida Amal, pengurus Banten Berkebun (komunitas yang bertujuan menciptakan lahan hijau di tengah kota) menjelaskan, jika tanahnya gembur dan subur, bunga rosela bisa dipanen dalam waktu kurang lebih 5-7 bulan.
Potonglah bunga rosela pada bagian batangnya supaya batang yang terpotong ini dapat merangsang pertumbuhan tunas baru.
“Setelah dipanen, rosela bisa dikeringkan, diseduh dengan air panas, atau bisa juga jadi lalapan dan langsung dimakan,” tutur Ida.
Tekstur segarnya mirip dengan belimbing wuluh muda yang kecut dan berair.
Baca Juga: Hanya dengan Bujet Rp 10 Juta, Bisa Miliki Dapur Impian dengan Gaya Natural, Bagaimana Caranya?
Jika Anda tak suka dengan rasa yang kecut, netralkan dengan mencampurnya dengan madu atau gula.
Di Indonesia, tanaman ini juga banyak dikembangbiakkan dan dijual bebas di pasaran dalam berbagai bentuk, mulai dari bunga kering, sirup, hingga bubuk instan yang praktis.
Ada pula yang mengembangkannya dalam bentuk selai, yang terutama populer di negara Australia. Tertarik mencoba?
Artikel ini pernah tayang di Tabloid Rumah228
(*)