Misalnya, bagaimana kayu laminasi digunakan untuk eksterior bangunan, bahkan lisplank dan penutup pintu gerbang yang merupakan detail yang selalu terkena panas dan air hujan.
Seperti dituturkan oleh Hengki, bapak 2 orang anak, Rafa dan Gaby ini, kepuasan yang paling ia rasakan adalah ketika hasil kreasinya bersama arsitek berhasil memanfaatkan barang (red: kayu) “sisa” menjadi sesuatu yang lebih berarti.
Railing tangga contohnya. Dikisahkan oleh Hengki railing tangga ini adalah hasil pemanfaatan kayu bekas dan sisa dari proses produksi di workshop miliknya, yang diolah, dilem, dan di-finishing, dan menghasilkan sebuah material semacam balok.
Kemudian balok itu menjadi semacam “modul” yang disusun berjajar menjadi railing tangga yang unik.
Selain memanfaatkan material “sisa”, kolaborasi pemilik rumah dan arsitek juga menampilkan sebuah ide pemanfaatan material secara multifungsi.
Misalnya saja, sarangan batu hitam, salah satu jenis kayu dari Sumatera yang seharusnya dipakai sebagai material flooring, namun di rumah ini diaplikasikan sebagai panel pintu yang dikombinasikan dengan kayu jati, dan menghasilkan sebuah tampilan pintu yang unik dan menarik.
Tak berhenti di situ, beberapa parket “naik posisi” ke dinding karena digunakan sebagai pelapis dinding dan menjadi aksen yang menarik, juga dapat ditemukan di beberapa sudut rumah ini.
Baca Juga: Berlokasi di Bintaro, Begini Tips Gabungan 2 Kaveling dalam 1 Hunian
Lahan Memanjang
Lahan yang memanjang ke belakang, yaitu 10mx30m memberi tantangan bagi sang arsitek dalam pengolahan desainnya.