"Temuan kami mendukung gagasan bahwa jika Anda harus pergi keluar, maka penerapan jarak sosial atau fisik harus dilakukan dengan sejauh mungkin," kata penulis senior studi Sunil Solomon, MBBS, PhD, MPH, profesor di Departemen Epidemiologi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.
Baca Juga: Masker Scuba dan Buff Dilarang di KRL, Begini Penjelasan Sains
Sebab, lanjut dia, besar kemungkinan peluang terinfeksi SARS-CoV-2 akan jauh lebih rendah dengan menerapkan jaga jarak secara ketat.
Secara global angka infeksi virus corona saat ini, berdasarkan data Worldometer menunjukkan 29,4 juta orang atau hampir 30 juta orang di dunia dikonfirmasi positif Covid-19.
Sedangkan angka kematian Covid-19 juga terus meningkat dan kini mulai mendekati 1 juta kasus, dengan 932.802 kasus.
Sementara angka infeksi virus SARS-CoV-2 di Indonesia telah mencapai 221.523 kasus dengan 8.841 kasus kematian akibat virus corona baru tersebut.
Analisis data riwayat infeksi Covid-19 Saat mempertimbangkan dan menganalisis semua variabel dalam survei tersebut, para peneliti menemukan bahwa sebagian besar orang yang menghabiskan lebih banyak waktu di tempat umum sangat mungkin memiliki riwayat infeksi SARS-CoV-2.
Riwayat infeksi juga 16 kali lebih umum terjadi di antara mereka yang melaporkan pernah mengunjungi tempat ibadah, selama tiga kali atau lebih dalam sepekan, dibandingkan mereka yang mengaku tidak mengunjungi tempat ibadah selama periode tersebut.
Survei tersebut tidak membedakan antara mengunjungi tempat ibadah untuk ibadah atau tujuan lain, seperti pertemuan, perkemahan musim panas, atau makan.
Sebaliknya, mereka yang melaporkan menerapkan physical distancing di luar ruangan selalu hanya sekitar 10 persen lebih mungkin memiliki riwayat infeksi Covid-19, dibandingkan mereka yang mengatakan tidak pernah mempraktikkan aturan tersebut.
"Ketika kami menyesuaikan variabel lain seperti praktik jarak sosial, banyak asosiasi sederhana itu hilang, yang memberikan bukti bahwa manfaat jaga jarak adalah ukuran efektif untuk mengurangi penularan SARS-CoV-2," kata Steven Clipman, penulis lainnya dari studi ini, dikutip dari News Medical Life Sciences.
Kendati demikian, para peneliti menyarankan bahwa studi seperti ini, juga dapat menjadi alat yang berguna untuk memprediksi di mana dan di antara kelompok mana penyakit menular akan menyebar paling cepat.