Selain itu, Tedjo mengatakan juga perlu adanya keterlibatan masyarakat dan monitoring keefektifan teknologi nyamuk ber-Wolbachia.
Berkaca dari pengalaman di negara lain seperti Australia, Brasil, dan Vietnam, penggunaan teknologi Wolbachia disebut Tedjo terbukti bisa menurunkan kasus dengue.
Di Brasil, kasus DBD turun sebesar 70 persen dan di Vietnam angka kasusnya turun 86 persen.
"Jadi data tersebut juga membuktikan keefektifan teknologi ini untuk menurunkan kasus dengue," katanya.
Tedjo berkata, karakteristik nyamuk Aedes aegypti secara umum memiliki sifat yang sama antara satu daerah dengan daerah lainnya.
"Jadi diharapkan juga tidak akan ada perbedaan signifikan dari sifat nyamuknya yang menyebabkan perbedaan hasil," ungkapnya.
Penelitian Dalam pemberitaan Harian Kompas edisi Kamis (27/8/2020) dengan judul Riset "Wolbachia" Tekan Kasus DBD, ketua proyek WMP Yogyakarta Adi Utarini mengatakan, dalam risetnya tim memasukkan bakteri Wolbachia pipientis ke tubuh nyamuk Aedes aegypti.
Tim awalnya melepaskan nyamuk yang diinfeksi bakteri Wolbachia hanya di Sleman dan Bantul, Yogyakarta dalam skala terbatas.
Kemudian pada 2017, nyamuk A. aegypti yang terinfeksi bakteri dilepas dalam skala besar di Kota Yogyakarta dan Bantul. Riset ini melibatkan 8.200 responden.
Itu untuk melihat efektivitas nyamuk ber-Wolbachia. "Melalui persetujuan masyarakat, wilayah penelitian dibagi dua.
Ada 12 kluster yang mendapat nyamuk dengan Wolbachia dan 12 area kontrol," kata Utari seperti dikutip Harian Kompas.