Masalah lain yang harus disoroti adalah diperlukannya upaya lebih jauh lagi dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung untuk mengurangi banjir.
Fakhrudin menuturkan, DAS berfungsi sebagai sistem hidrologi.
Sementara, kondisi DAS di Ciliwung semakin tahun semakin kritis, apalagi potensi banjir dari hulu semakin bertambah besar kuantitasnya.
Perubahan penggunaan lahan akibat urbanisasi di Jabotabek, terutama di Bekasi dan Bogor, juga disebutkan semakin memperparah banjir.
"Prinsipnya air hujan harus diresapkan sebanyak mungkin, sehingga mengurangi aliran sungai dan menambah cadangan air tanah secara masif," kata Fakhrudin dalam diskusi daring bertajuk Banjir di Masa Covid-19: Kesiapsiagaan, Mitigasi dan Pengelolaan Bencana, Rabu (9/9/2020).
Fakhrudin mengatakan, peranan pemerintah dengan konsep zero run off telah mendukung ke arah tersebut.
"Ini menjadi kesempatan bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk berkolaborasi melakukan sesuatu yang kecil, namun efeknya sangat luas sekali, misalnya dengan membuat sumur resapan di setiap rumah warga," ujarnya.
Baca Juga: Fakta tentang Taman Atap, Efektif Simpan Air Hujan, Bantu Cegah Banjir
Tidak hanya itu, Fakhrudin juga menegaskan bahwa peningaktan fungsi hutan juga perlu dikontrol, termasuk pelestarian situ untuk pengendalian banjir.
Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Aliran Sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), M. Saparis Sudaryanto, menekankan perlunya mengenali kembali karakter alam di Indonesia.
"Saat ini semakin banyak banjir bandang dijumpai daerah hulu. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan lahan akibat ketidakpedulian perilaku manusia terhadap lingkungan," jelasnya.