Dilansir dariOddity Central,Shito berjuang mempertahankan tanahnya selama lebih dari 20 tahun, bahkan menolak tawaran lebih dari 1,7 juta dollar AS (Rp 25 miliar) untuk tanahnya.
“Ini adalah tanah yang digarap oleh tiga generasi selama hampir satu abad, oleh kakek saya, ayah saya, dan saya sendiri. Saya ingin terus tinggal di sini dan bertani,” kata Shito kepada AFP, beberapa tahun lalu.
Pesawat terbang di atas kediamannya selama 24 jam sehari dan satu-satunya cara untuk keluar dari sana adalah lewat terowongan bawah tanah.
Kedua landasan pacu bandara itu seharusnya melewati tanah Takao Shito.
Namun, karena Shito bersikeras tidak menjual tanahnya, landasan pacu didesain sedemikian rupa.
Perjuangannya telah menjadi simbol hak-hak sipil.
Ratusan sukarelawan dan aktivis bersatu mendukungnya selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Pemerintah Dorong Milenial Tinggal di Hunian Berbasis TOD
3. Rumah di tengah apartemen Thamrin
Tak hanya di China dan Jepang, Indonesia juga memiliki kisah rumah yang pemiliknyangototmempertahankan propertinya dari penggusuran proyek.
Di antara tingginya gedung-gedung Apartemen Thamrin Executive Residence, Tanah Abang, Jakarta Pusat, ada satu rumah yang masih eksis di dalamnya.
Rumah reyot itu tepatnya berada di bagian belakang kompleks apartemen.