Silent hypoxemia atau happy hypoxia ini tidak menimbulkan gejala atau keluhan sakit pada organ-organ tubuh.
Hingga saat ini, Agus mengatakan bahwa belum ada penjelasan ilmiah secara pasti dan jelas terkait happy hypoxia yang dialami pasien dengan Covid-19.
Kasus happy hypoxia pada pasien dengan Covid-19, kata Agus, sebenarnya sudah terjadi sejak awal ditemukan infeksi virus SARS-CoV-2 di Indonesia Kendati demikian, Agus mengungkapkan bahwa happy hypoxia dapat dicegah dengan melakukan deteksi dini, dengan pemeriksaan kadar oksigen yang bisa dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, dan juga bisa dilakukan secara mandiri.
7. Gejala neurologis.
Sebuah penelitian yang diterbitkan di Lancet pada Agustus lalu, menemukan lebih dari 55% orang yang terinfeksi virus corona, masih melaporkan gejala neurologis tiga bulan setelah didiagnosis.
Ini bisa termasuk kebingungan, kesulitan berkonsentrasi, kelelahan, perubahan kepribadian, sakit kepala, insomnia, dan kehilangan rasa dan/atau bau.
Para peneliti memperingatkan, Covid-19 pada akhirnya dapat menyebabkan "epidemi kerusakan otak," mengingat fenomena tersebut terjadi setelah pandemi flu tahun 1918.
8. Peradangan pada jantung.
Salah satu aspek Covid-19 yang paling dikhawatirkan dokter adalah virus dapat menyerang otot jantung, menyebabkan peradangan yang dikenal sebagai miokarditis.
Itu bisa menyebabkan serangan jantung, kerusakan yang bertahan lama atau permanen, bahkan gagal jantung.
Sebuah penelitian baru menemukan, 7% kematian akibat Covid-19 kemungkinan disebabkan oleh miokarditis.
Lebih menakutkan lagi, selama beberapa minggu terakhir, bukti telah memperkuat bahwa kerusakan jantung dapat terjadi, bahkan di antara orang-orang yang terinfeksi virus corona tanpa gejala.