IDEAOnline-Pembagian harta suami dan istri menjadi salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam rumah tangga.
Berikut Tanya-Jawab interaktif yang dikutip dari Tabloid Rumah Edisi 210 yang diasuh oleh konsultan Cyntia, SH-Konsultan Lembaga Advokasi dan Lembaga Properti Indonesia.
Tanya
Sebelum melangsungkan pernikahan dengan suami saya, kami sepakat membuat perjanjian kawin (pre-nup) yang salah satunya berisi pemisahan harta suami-istri.
Dalam masa perkawinan, kami memperoleh beberapa aset baik berupa harta bergerak maupun tidak bergerak yang merupakan harta masing-masing suami-istri sesuai yang disepakati dalam perjanjian kawin (pre-nup).
Pertanyaan kami adalah apakah dengan fakta tersebut, kami diperbolehkan melakukan jual beli atau pengalihan hak dari suami kepada saya atau sebaliknya?
Jawab
Atas pertanyaan ini, Cyntia, SH memberikan jawaban sebagai berikut.
Dalam Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerllijk Wetboek), dijelaskan bahwa pada saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum, berlakulah persatuan bulat harta suami dan istri.
Di sini dapat dikatakan bahwa pencampuran harta (alghele gemeenschap) baru terjadi setelah dilangsungkannya perkawinan atau sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin.
Dalam pasal 29 Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, diatur tentang perjanjian kawin, yang isinya antara lain pengaturan kepemilikan atau pemisahan harta, hak kewajiban suami istri, hak asuh anak, serta hak dan kewajiban antara orang tua dan anak.