iDEAonline - Pada Minggu (13/5) pagi, kita terkejut mendapatkan kabar Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Surabaya, Jawa Timur mendapatkan musibah. Pada sekitar pukul 07.30, terdapat ledakan keras di lingkungan gereja.
Ledakan pertama itu diikuti oleh ledakan berikutnya, yang terjadi di lingkungan gereja lainnya.
Terlepas dari peristiwa keji yang merenggut jiwa umat, ada baiknya kita mengintip gaya arsitektur dan interior Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel itu.
Berdirinya Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Surabaya, Jawa Timur tak terlepas dari paroki Santa Maria Tak Bercela atau yang dikenal dengan paroki Ngagel. Pada 1958, Keuskupan Surabaya membeli kaveling tanah di kawasan Ngagel. Tahun itu sekaligus menjadi penanda berdirinya paroki Ngagel.
Pada 9 April 1968 dimulai penggalian pondasi diatas tanah kosong yang telah tersedia tersebut. Dan pada tanggal 8 Desember 1968 bertepatan dengan pesta nama “Santa Maria Tak Bercela”, gereja baru yang merupakan sebagian dari bangunan SDK “Santa Clara” di Jalan Ngagel Madya nomer 1 Surabaya, diberkati oleh Mgr. J.A.M. Klooster CM selaku Uskup Surabaya.
Seperti dikutip dari situs web resmi Gereja Santa Maria Tak Bercela smtb.net pada tanggal 19 September 1971 dimulai penggalian pondasi untuk pembangunan gereja tahap I dengan pembiayaan dari sebagian digali dari swasembada umat dengan cara mengadakan bazaar amal dan usaha – usaha lainnya.
Biaya pembangunan juga berasal dari sumbangan para dermawan dan juga dari Walikota Surabaya melalui Sub Direktorat Kesejahteraan Rakyat (Kesra); dan sebagian lagi dari dana yang berhasil dikumpulkan oleh Pastur H.A. Massen CM selama cuti di Belanda.
Dengan begitu, pembangunan gereja tahap I dapat dilaksanakan dengan singkat. Dan pada tanggal 24 Desember 1972 – gereja tahap I diberkati penggunaannya oleh Uskup Surabaya Mgr. J.A.M. Klooster CM dan pengguntingan pita dilakukan oleh Ibu Soekotjo, istri Walikota Surabaya. Gereja ini mempunyai daya tampung sekitar 700 umat.
Dengan modal tekad yang kuat pada tanggal 23 Oktober 1974, para umat mulai menggali pondasi untuk bangunan gereja tahap II. Segala daya dan dana dikerahkan dengan penuh semangat pengabdian; walaupun penuh dengan tantangan yang harus dihadapi. Pada akhirnya, pembangunan pondasi dan dinding – dindingnya dapat diselesaikan.
Karena kelelahan maka Pastur H.A. Massen CM terpaksa dengan berat hati meninggalkan pekerjaan yang belum selesai tersebut untuk berobat di Belanda karena penyakit yang dideritanya.
Biarpun begitu, dengan adanya kerja keras para panitia pembangunan beserta umat yang sadar akan tanggung jawabnya maka pembangunan gereja tetap diteruskan sehingga kerangka atap dapat dipasang.