Menyesal Setengah Mati, Jangan Lagi Bakar Daun yang Berguguran Dekat Rumah, Ini yang Akan Dirasakan Tubuh

Kamis, 15 Juli 2021 | 17:15

Ilustrasi serasah, daun dan ranting yang berguguran di halaman.

IDEAOnline -IDEA lovers, mulai sekarang stop membakarserasah daun atau daun yang berguguran di halaman. Simak di sini.

Siapa sangka, membakar serasah daun bisa membahayakan lingkungan dan kesehatan.

Daun yang terbakar melepaskan hidrokarbon, nitrogen oksida, dan karbon monoksida ke udara.

Ketiga senyawa merepotkan tersebut menciptakan tambahan ozon di permukaan tanah dan di atas permukaan bumi.

Melepaskan gas beracun

Baca Juga: Sudah Bukan Rahasia Lagi, Kini Bapak-bapak Bisa Ukur Sendiri Kedalaman Sumur yang Ideal, Begini Caranya!

Baca Juga: Tolong Jangan Salah Kaprah, Siapa Sangka Masa Isolasi Mandiri Covid-19 yang Tepat Tak Cukup 10 Hari, Ini Kata Ahli

Gas beracun tersebut dapat merusak ekosistem sensitif dan berdampak negatif pada tanaman dan satwa liar di dalamnya.

Asap yang dilepaskan oleh daun selama pembakaran juga dapat mengiritasi mata, hidung, dan tenggorokan.

Partikel kecil yang terkandung dalam asap dari daun yang terbakar dapat menumpuk di paru-paru dan tinggal di sana selama bertahun-tahun.

Risiko infeksi paru

Baca Juga: Mulai Hari Ini Tak Perlu Pendingin Ruangan, Siapa Sangka 5 Benda Ini Bisa Kurangi Gerah di Rumah

Baca Juga: Tak Perlu Antipati dengan Hidangan yang Digoreng, Ini Cara Menggoreng yang Benar agar Makanan Tetap Sehat

Mengutip kompas.com, partikel-partikel ini dapat meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan, serta mengurangi jumlah udara yang mencapai paru-paru.

Bagi mereka yang sudah menderita asma dan gangguan pernapasan lainnya, daun terbakar bisa sangat berbahaya.

Lalu, jika seseorang terpapar karbon monoksida yang dikeluarkan oleh daun terbakar serta sisa bara api, itu dapat mengurangi jumlah oksigen dalam darah dan paru-paru.

Kondisi tersebut bisa menyebabkan batuk, mengi, dan kondisi pernapasan lainnya yang terkadang bertahan dalam jangka waktu panjang.

Mengutip laman Purdue, karbon monoksida adalah gas tak terlihat yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna, seperti pada tumpukan daun yang membara.

Setelah gas karbon monoksida terhirup, akan diserap ke dalam darah, di mana ini akan mengurangi jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh sel darah merah.

Anak-anak, manula, perokok dan orang yang menderita paru-paru kronis dan penyakit jantung lebih rentan terhadap efek karbon monoksida dibandingkan orang dewasa yang sehat.

Bahaya kebakaran

Sebagian daun yang terbakar secara bertumpuk berpotensi terjebak dalam embusan angin dan beterbangan pergi, membawa bara yang membara bersamanya.

Jika kamu tinggal di daerah yang sangat kering, yang diperlukan hanyalah satu percikan kecil untuk menyalakan api yang bisa berubah menjadi bencana.

Baca Juga: Mulai Hari Ini Tak Perlu Pendingin Ruangan, Siapa Sangka 5 Benda Ini Bisa Kurangi Gerah di Rumah

Baca Juga: 3 Kriteria Penting Pelapis Antibocor untuk Atap dan Talang Dimiliki oleh Waterproof Onducoat PA ini, Apa Saja?

Bahayanya membakar serasah daun dan ranting, bisa ancam kesehatan.

Apa alternatif selain membakar untuk menyingkirkan daun yang berserakan?

Kamu bisa membuat kompos dari daun-daun yang berguguran.

Daun yang mengering akan rusak perlahan seiring waktu, tetapi kamu dapat mempercepat prosesnya dengan mencampurkan daun dengan bahan tanaman hijau, seperti potongan rumput, atau sisa-sisa tanaman.

Atau kamu bisa menambahkan sumber nitrogen, seperti kotoran ternak atau pupuk komersial.

Daun-daun yang berserakan juga bisa digunakan sebagai mulsa di sekitar taman dan tanaman lanskap.

Mulsa memberikan banyak manfaat, termasuk pembasmi gulma, konservasi kelembapan dan suhu tanah yang moderat.

Namun, jika membakar daun tanaman adalah pilihan satu-satunya, maka bakar di tong yang tahan api besar atau tong bakar.

Bakar daun-daun yang berguguran di dalam tong, lalu tutup tong untuk meminimalkan asap dan risiko kesehatan yang terkait.

#Rumahminimalis #Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork #Rumahtropis

(*)

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber : kompas

Baca Lainnya