Sebuah dipan di tengah ruangan juga berisi pakaian dan beberapa karung gabah upah dari hasil kerjanya memanen padi di sawah milik tetangganya.
Karung gabah tersebut dibungkus dengan sejumlah kain bekas pakaiannya agar tak terkena tampias hujan.
“Kalau musim panen ya ikut manen padi. Ada yang nyuruh membersihan rumah ya saya terima juga,” imbuhnya.
Sadikun sebenarnya masih mempunyai dua anak perempuan yang kesemuanya mengikuti suaminya.
Sadikun mengaku sesekali masih mengunjungi kedua anaknya tersebut untuk bertemu dengan cucunya.
Terkait keadaan rumahnya yang memprihatinkan dia mengaku tidak ingin merepotkan kedua anaknya, karena suami kedua anaknya yang hanya berprofesi sebagai pembuat genting dan buruh pabrik juga kesulitan perekonomian.
“Kalau ketemu ya kadang sama sama nangis. Anak saya ingat saya yang hidup sendiri. Saya tidak mau diajak tinggal di sana kerena tidak mau merepotkan,” katanya.
Tidur di emperan
Tak ingin merepotkan orang lain, Mbah Sadikun nekat tinggal di rumahnya yang memprihatinkan karena atapnya ambrol dan hampir ambruk.