IDEAonline - Arsitektur Tionghoa di Indonesia memiliki keunikan tersendiri terutamam pada bagian atap.
Menurut Dosen Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Adrian Perkasa, terdapat dua tipe atap yakni ekor walet dan gunungan.
Atap ekor walet umumnya digunakan di rumah besar dan kelenteng. Bubungan atap jenis ini dihiasi dengan ornamen "ekor burung merak" yang khas dengan bubungan melengkung ke atas.
Baca Juga : Shezy Idris Bantah Perceraiannya karena Tak Tahan Diselingkuhi, Sang Ayah: Batin Saya Akhirnya Berontak!
Rumah besar dengan dekorasi atap berbentuk ekor burung walet merupakan simbol kemakmuran.
Adrian menuturkan, pemilik rumah ini biasanya orang-orang terpandang.
Rumah-rumah ini biasanya dimiliki oleh pejabat Tionghoa atau Chineeshe Officieren yang diangkat pemerintah kolonial seperti majoor, kapitein, dan luitenant der Chineezen.
"Biasanya rumah penguasa atau kapitan, letnan, sama mayor China, pengusaha-pengusaha besar biasanya menempati rumah besar. Rumah orang biasa ya ruko itu tadi," tutur Adrian kepada Kompas.com, Selasa (20/1/2019).
Seperti diketahui, pemerintah Kolonial Belanda pernah menerapkan pembagian masyarakat ke dalam tiga strata dengan pemberlakuan sistem officieren (sistem pejabat atau kapitan).
Sementara atap berbentuk gunungan terbuat dari plester atau semen. Selain itu, atap berbentuk gunungan kerap ditemukan di ruko.
"Di bangunan ruko rata-rata pakai atap gunungan. Biasanya di ujungnya ada ukiran berbentuk teratai," ujar Adrian.