IDEAOnline-Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) tengah memantau kasus wabah pes di wilayah utara Mongolia, China.
Organisasi itu memastikan, wabah pes tidak berisiko tinggi.
Seorang penggembala yang terjangkit penyakit pes pada akhir pekan lalu saat ini dirawat di rumah sakit dan kondisinya stabil.
Juru bicara WHO mengatakan, kasus ini dirawat dengan baik.
Beberapa ratus tahun lalu, wabah pes merupakan penyakit paling ditakuti di dunia.
Namun saat ini hal itu tak akan terjadi lagi karena sudah ada obatnya.
Juru bicara WHO Margaret Harris berkata, kita hidup berdampingan dengan wabah pes selama berabad-abad.
Dan untuk kasus penyebaran pes yang ada di China, menurut WHO itu dikelola dengan baik.
"Saat ini kami tidak menganggap wabah pes di China berisiko tinggi. Namun kami terus memonitor dan mengawasinya dengan cermat," ujar Harris seperti dilansir BBC News, Rabu (8/7/2020).
WHO mendapat laporan seorang gembala dirawat di sebuah rumah sakit di Bayannur karena penyakit pes pada Senin lalu.
Sementara itu, kantor berita China Xinhua memberitakan, Mongolia telah mengonfirmasi dua kasus lain pekan lalu yakni dua bersaudara dari provinsi Khovd yang makan daging marmot.
Pemerintah Rusia memperingatkan masyarakat di wilayah Altai untuk tidak memburu dan mengonsumsi marmot, seiring informasi bahwa daging yang terinfeksi menjadi rute transmisi.
Apa itu penyakit pes? Penyakit pes disebabkan oleh bakteri dan menjadi penyebab wabah Black Death yang menewaskan sekitar 50 juta orang di seluruh Afrika, Asia, dan Eropa pada abad ke-14.
Baca Juga: Waspada Penularan Penyakit oleh Nyamuk Masih Terus Terjadi Saat Ini
Sejak saat itu ada beberapa wabah pes besar yang menewaskan sekitar seperlima populasi London selama Wabah Besar 1665.
Pada abad ke-19, lebih dari 12 juta orang di China dan India tewas.
Seiring berkembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, para ilmuwan berhasil menemukan obat untuk melawan penyakit pes.
Saat ini, kita memiliki antibiotik untuk mengobati penyakit pes.
Jika penyakit yang biasanya ditularkan dari hewan ke manusia melalui kutu ini tidak diobati, risiko kematian mencapai 30-60 persen.
Gejala penyakit pes termasuk demam tinggi, menggigil, mual, lemas, dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, dan selangkangan.
Baca Juga: Suka Pelihara Kucing? Ini Alasan Mengapa Si Pus Harus Divaksin
Mungkinkah akan ada epidemi pes lagi?
Kasus-kasus penyakit pes jarang terjadi, tapi masih muncul beberapa kasus dari waktu ke waktu.
Madagaskar mencatat lebih dari 300 kasus penyakit pes selama wabah 2017.
Sebuah studi dalam jurnal medis The Lancet menemukan kurang dari 30 orang meninggal.
Pada Mei tahun lalu, dua orang di Mongolia meninggal setelah makan daging marmot mentah. Namun, kecil kemungkinan ada kasus yang mengarah ke epidemi.
"Tidak seperti di abad ke-14, kita sekarang memiliki pemahaman tentang bagaimana penyakit ini ditularkan," Dr Shanti Kappagoda, seorang dokter penyakit menular di Stanford Health Care, mengatakan kepada situs berita Heathline. "Kami tahu bagaimana cara mencegahnya."
#BerbagiIDEA #Berbagicerita #BisadariRumah #GridNetwork
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WHO Pastikan Wabah Pes di China Tidak Berisiko Tinggi, Ini Alasannya"