IDEAOnline-Polusi udara masih menjadi momok bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama Jakarta dan daerah terdampak kabut asap seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
Dampak kesehatan dari polusi udara tak main-main, mulai dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kesuburan hingga kanker.
Oleh karena itu, perlu pencegahan efektif agar polusi tidak berdampak pada kesehatan. Salah satu yang umum dilakukan adalah memakai masker.
Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K) mengungkapkan, penggunaan masker berfungsi menyaring partikel halus dan mencegah penyebaran infeksi.
Salah satu jenis masker yang bisa digunakan adalah N95 yang mampu memfiltrasi partikel halus berukuran 0,5-2.5 mikron sampai dengan 95 persen.
"N artinya non oil based partikel atau partikel-partikel yang tidak mengandung minyak. (Sedangkan) 95 artinya mampu filter partikel halus sampai dengan 95 persen," ujar dia.
Masker N95 direkomendasikan bagi orang yang harus beraktivitas di luar ruangan ketika ketika polusi udara sudah masuk kategori Air Quality Index (AQI) tidak sehat, atau indikator lebih dari 150.
Baca Juga: Kelebihan Masker Sutra dibanding Katun untuk Cegah Penularan Covid-19
"(Ini direkomendasikan) baik pada polusi udara di perkotaan maupun karena asap kebakaran hutan, bila AQI sudah masuk tidak sehat," ujar Agus.
Meski demikian, anak-anak, ibu hamil, lansia, dan pasien dengan penyakit jantung atau paru kronik tidak disarankan untuk menggunakan masker N95.
Pasalnya, masker ini tidak nyaman untuk digunakan dan dapat menyebabkan tahanan dalam bernapas (breathing resistance).
Sementara itu, dr Erlang Samoedro Sp.P(K) mengungkapkan, penggunaan N95 juga perlu dilakukan di dalam ruangan jika filtrasi bangunan tidak maksimal.
"Penggunaan masker ini (N95) maksimal delapan jam, karena sifatnya yang tidak nyaman bernapas (ketika dipakai)," ujar dia.
Laman New York Times melansir, berdasarkan penelitiannya tentang efektivitas masker di Beijing,
Dr Miranda Loh di Institute of Occupational Medicine di Edinburgh, merekomendasikan masker dengan nilai setidaknya N95 atau FFP3.
FFP3 adalah masker yang boleh bocor maksimal lima persen, dan harus menyaring 99 persen dari semua partikel berukuran hingga 0,6 mikron.
Selain memilih masker yang tepat, ia merekomendasikan untuk membatasi penggunaan dan mengenakan masker secara ketat seperti yang diinstruksikan.
Sementara itu, simple mask atau masker sederhana, menurut dokter Erlang, hanya mampu menyaring polutan dan partikel besar 30-40 persen.
"Memang lebih nyaman dipakai, namun tidak terlalu efektif," kata dia.
Menurut Agus, masker sederhana hanya boleh digunakan untuk sekali pakai, serta tidak boleh dicuci karena dapat melebarkan pori-pori penyaringnya.
Meski tak seefektif masker respirator dalam menyaring udara, jenis ini sudah cukup apabila sangat sulit mencari respirator mask.
Sebenarnya, keharusan penggunaan masker tergantung pada usia, kondisi, dan kesehatan.
Juga, tidak ada pedoman ketat yang disetujui semua orang di mana pun.
Di China, misalnya, pemerintah menyarankan mengenakan masker ketika AQI lebih dari 200, namun banyak orang memilih untuk memakai topeng ketika AQI mendekati 100 atau 150.
Namun, dianjurkan untuk melihat AQI pada hari tertentu, tinjau skala kualitas udara dan kondisi kesehatan. Orang dengan masalah pernapasan, alergi atau asma harus sangat berhati-hati. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Kenali, Masker yang Efektif Tangkal Polusi Udara
#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork
(*)