IDEAOnline-Pademi Covid-19 membuat perubahan pada aktivitas kehidupan masyarakat di dunia.
Terlebih selama diterapkannya lockdown (penguncian) yang akhirnya membuat orang terpaksa sekaligus terbiasa menghabiskan waktunya di dalam rumah atau di lingkungan terdekat tempat tinggalnya.
Dikutip dari laman weforum.orgpenduduk desa di Distrik Eixample di Barcelona, Lara Ocon menceritakan kehidupan di desanya menjadi lebih ramai sejak Spanyol memberlakukan lockdown pada 14 Maret 2020 untuk memutus mata rantai Covid-19.
Padahal, kata Lara sebelum pandemi, desanya cukup sepi karena umumnya orang-orang di daerahnya bekerja dan beraktivitas di luar kota.
Sebelum pandemi, Laramemiliki kehidupan sosial yang sibuk dan sering bepergian ke luar negeri untuk bekerja.
Bahkan Januari 2020, dia terbang ke Kolombia, Islandia dan Belanda.
"Saya menghabiskan akhir pekan berjemur dengan sebuah buku. Ada sesuatu yang sangat menyenangkan dalam kecepatan yang lebih lambat dan gaya hidup lokal," kata Ocon seperti dikutip Kompas.com dariweforum.org, Senin (16/11/2020).
Karena penduduk kota di seluruh dunia terpaksa tinggal lebih dekat dengan rumah, beberapa arsitek memikirkan kembali infrastruktur perkotaan untuk mempromosikan gaya hidup yang lebih lokal dan membantu beradaptasi dengan dunia pasca pandemi.
Seorang pemilik perusahaan arsitektur urbani yang berlokasi di Belanda, Harm Timmermans akhirnyamengembangkan model arsitektur untuk pasar street fooddi mana orang dapat membeli produk segar tanpa bersentuhan satu sama lain selama pandemi Covid-19.
Menurutnya, model arsitektur yang dikembangkannya itu terinspirasi oleh pengalaman pribadinya saat berbelanja di Rotterdam yang membuat konsep 'Hyperlocal Micromarket' yang ramah pandemi.
Timmermans menceritakan bahwa pada saat Belanda menerapkan lockdown banyak pasar lokal yang tutup.
Hal itu tentu saja membuat warga terpaksa menantang datang dan berbelanja kebutuhannya di supermarket yang sebenarnya lebih rentan dan berbahaya.
"Hari pertama penonaktifan Belanda, saya pergi ke supermarket dan saya menyadari bahwa mereka adalah mata rantai terlemah dalam hal jarak sosial, aturannya sangat sulit untuk dipertahankan di sana," katanya.
Karenanya, Timmermans menciptakan desain model pasar berukuran kecil sederhana dengan 16 meter persegi yang dapat dengan mudah, cepat dan murah dipasang di alun-alun umum.
Kata dia, model pasar tersebut sengaja dibuat menyesuaikan protokol Covid-19 sehingga memungkinkan orang untuk berbelanja lokal sambil mengikuti pedoman jarak sosial (sosial distancing).
Konsep setiap pasar mikro hanya terdiri dari tiga kios saja, masing-masing menjual jenis produk yang berbeda.
Sementara untuk setiap pengunjung yang datang ke satu kios dibatasi dengan jumlah maskimal enam pelanggan sekaligus.
Baca Juga: Toilet Umum Transparan di Jepang, Teknologi Kaca Pintar Mengubah Dinding Jadi Buram Saat Terkunci
Tak hanya itu, iios bahkan memiliki loket terpisah untuk pesanan dan pengambilan, dan pasar memiliki satu pintu masuk dan dua pintu keluar.
"Pasar yang bersahabat dan lebih kecil dibutuhkan di lebih banyak titik di seluruh kota dan kota ini dapat diterapkan pada sebagian besar masyarakat Barat," katanya.
Timmermans mengatakan keberadaan pasar kecil atau pasar lokal ini sangat penting terutama bagi warga berpenghasilan rendah.
Kata dia, pasar lokal harus tetap buka bahkan selama pandemi. “
Di beberapa tempat, pasar masih lebih murah dibandingkan supermarket. Jadi, menjaga akses pasar bisa membantu kelompok rentan,” imbuh dia.
Model taman labirin, jadi pilihan di tengah pandemi
Ide untuk mengatur infrastruktur perkotaan dengan prinsip jarak sosial juga mendukung desain labirin baru untuk taman umum yang bebas keramaian yang dikembangkan oleh Studio Precht, sebuah studio arsitektur yang berbasis di Austria.
Parc de la Distance merupakan salah satu ide konsep pembuatan taman berbentuk labirin yang disusun sebagai proposal untuk dibangun di lahan kosong di Wina.
Kata dia, konsep tersebut dapat direplikasi di lahan perkotaan yang tidak terpakai, dengan ukuran berapapun.
Jalur di taman ini terpisah 2,4 meter (8 kaki), dengan pagar tanaman sepanjang 90 cm (35 inci) yang membaginya.
Dengan ukuran tersebut, memungkinkan pengunjung untuk merasakan manfaat dari ruang hijau sambil tetap berada pada jarak fisik yang aman.
Meski demikian, ternyata bukan hanya area publik saja yang dapat disulap kembali dengan konsep yang lebih ramah terhadap Covid-19.
Pandemi Covid-19 akan membuat sejumlah perubahan lainnya seperti semakin banyak orang yang bekerja dari rumah dibandingkan datang ke kantor.
Hal itu juga diprediksi akan terus berlanjut meski pandemi selesai.
Karenanya, sejumlah arstiek pun kini tengah berlomba membuat diesain yang tak hanya ruang atau area publik tetapi juga ruang domestik atau rumah yang ramah untuk dijadikan sebagai tempat kerja.
"Orang-orang menghabiskan lebih sedikit waktu untuk terbang, mengemudi dan bepergian dan lebih banyak waktu dengan keluarga mereka, memasak, membuat kue dan, ya, bahkan bekerja lebih banyak daripada sebelumnya," kata salah seorang arsitek Woods Bagot asal Australia di laman websitenya.
Bahkan, awal bulan ini, perusahaan Woodsbagot meluncurkan desain Split Shift Home yang bertujuan membantu orang tua yang bekerja dari rumah sekaligus berbagi tanggung jawab sebagai orang tua.
Unit ini memiliki fitur seperti dinding yang dapat dipindahkan, area untuk menanam buah dan sayuran, serta ruang kantor dan penyimpanan makanan ekstra.
Sejumlah cara nyatanya tengah dilakukan untuk mendukung ekosistem baru pasca pandemi Covid-19.
Terlebih pandemi memungkinkan sejumlah orang melakukan penguatan terhadap layanan lokal di setiap daerah.
Hal itu tentu saja akan berdampak positif bagi peemrataan dan maksimalnya akses dan pelayanan lokal diberbagai daerah. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Dunia Berlomba Ciptakan Area Publik Ramah Pandemi
#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork
(*)