Ahmad mengingatkan, mereka yang sudah divaksinasi berpotensi sebagai penular dan kondisi ini rawan.
Maksudnya, ketika seseorang menjadi penular virus apalagi dalam situasi masih menunggu jatah vaksinasi, periode ini bisa menciptakan jutaan orang tanpa gejala (OTG) dalam waktu singkat.
"Maka, tugas pemerintah itu mengedukasi rakyat terkait biologi pandemi dan juga biologi dari mekanisme vaksin saat ini," tegas Ahmad.
Ahmad menuturkan, logika biologi ini adalah landasan mengapa kita harus tetap menerapkan protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak 1-2 meter, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas), baik sebelum maupun sesudah vaksinasi.
Ia mengingatkan, jika masyarakat tidak menerapkan 5M maka vaksin tidak ada gunanya.
"Vaksin memberikan proteksi ekstra, bukan pengganti 5M," tegasnya.
Hingga saat ini, tidak ada satu pun bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa vaksin dapat memutus penularan.
"Ingat lapisan keju, vaksin adalah lapis terakhir. Artinya, untuk menurunkan kasus baru ya pemerintah harus percepat testing dan tracing, 2T pertama dari 3T," kata Ahmad. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Ahli: Vaksin Covid-19 di Bahu Tak Mencegah Infeksi, tapi Keparahan
#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork
(*)