Follow Us

Permukiman Tionghoa Harus Membelakangi Bukit, Intip Filosofinya yang Tak Banyak Diketahui!

iDea Online - Rabu, 30 Januari 2019 | 11:00
Tembok bangunan rumah bergaya Tionghoa di Dasun, Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Senin (4/8), dikenal sebagai rumah candu. Saat zaman Hindia Belanda rumah itu digunakan sebagai tempat penyimpanan candu selundupan.
Kompas.com

Tembok bangunan rumah bergaya Tionghoa di Dasun, Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Senin (4/8), dikenal sebagai rumah candu. Saat zaman Hindia Belanda rumah itu digunakan sebagai tempat penyimpanan candu selundupan.

IDEAonline - Rumah- rumah Tionghoa yang dibangun sebelum abad ke-19, terutama di kota-kota besar dan pesisir utara Pulau Jawa, biasanya berada di samping aliran sungai.

Pada masa itu, aliran sungai dimanfaatkan sebagai jalur transportasi.

Menurut dosen Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Adrian Perkasa, konstruksi rumah mereka sama dengan yang pernah mereka tinggali di daerah asalnya. Mereka memercayai kosmologi atau feng shui.

Baca Juga : Shezy Idris Bantah Perceraiannya karena Tak Tahan Diselingkuhi, Sang Ayah: Batin Saya Akhirnya Berontak!

Selain itu, rumah yang dibangun juga harus membelakangi bukit yang melambangkan kura-kura hitam yang bersemayam.

Dalam kompleks permukiman ini, rumah ibadah atau kelenteng berada di sebelah selatan.

Sementara untuk kompleks makam berada di daerah dataran tinggi atau perbukitan.

Baca Juga : Suaminya Dicap Hanya Numpang Makan Selama 7 Tahun, Shezy Idris: Saya Tiap Hari Urus Anak, Enggak Pernah Dugem

"Di Surabaya seperti di Kembang Jepun itu awalnya menghadap ke sungai. Terus kayak di Lasem semua pasti menghadap ke sungai. Sungai dianggap di mana burung merak yang berwarna merah," ujar Adrian kepada Kompas.com, Selasa (29/1/2019).

Sederet rumah tua di tepi Sungai Blandongan di kawasan Pecinan Glodok-Pancoran, Jakarta Barat, yang dihuni sejak tahun 1700-an, sejak beberapa tahun terakhir terbengkalai, Kamis (13/7). Warga setempat berharap lingkungan fisik serta jejaring sosial dan ekonomi Pecinan Jakarta ini dan disebut-sebut lebih tua dari enklave serupa di Malaysia dan Singapura dapat dipulihkan menjadi living heritage untuk menarik wisatawan.
Kompas.com

Sederet rumah tua di tepi Sungai Blandongan di kawasan Pecinan Glodok-Pancoran, Jakarta Barat, yang dihuni sejak tahun 1700-an, sejak beberapa tahun terakhir terbengkalai, Kamis (13/7). Warga setempat berharap lingkungan fisik serta jejaring sosial dan ekonomi Pecinan Jakarta ini dan disebut-sebut lebih tua dari enklave serupa di Malaysia dan Singapura dapat dipulihkan menjadi living heritage untuk menarik wisatawan.

Baca Juga : Tangis Shezy Idris Pecah Saat Sidang, Garasi Bak Museum Miliknya Tinggal Kenangan

Setelah abad ke-19 atau sesudah dibangunnya jalan raya Daendels, banyak permukiman dan rumah ibadah mulai berubah menjadikan jalan raya sebagai poros.

Editor : Amel

Baca Lainnya

Latest