IDEAonline-Sebagai seorang aktivis di bawah pemerintahan militer di Myanmar,Ko Bo Kyimenghabiskan sebagian besar waktunya di tahun 1990-an di penjara, termasuk setahun lebihisolasisel.
Mantan tahanan politik dan ketuaAssociation for Political Prisoners of Burma(AAPP-B) itu disimpan di sel kecil selama 23 jam 40 menit setiap harinya. Sel itu berukuran 8x12 kaki dengan tikar, mangkuk untuk toilet, dan makanan yang disediakan oleh keluarganya.
Hampir setiap hari, ia tidak diizinkan menggunakan bantal dan melihat manusia lainya.
"Saya tidak diizinkan menggunakan bantal karena itu dianggap mewah. Saya hanya melihat keluarga saya selama 15 menit setiap dua minggu. Hampir setiap hari berlalu tanpa melihat manusia lain. Saya bosan. Saya kesepian. Tapi saya selamat," tulisKo Bo Kyidi halamanTime(14/04/2020).
Sekarang, karena pandemi COVID-19 banyak orang di seluruh dunia, bahkan mereka yang belum pernah mengalami jeruji besi pemerintahan militer dihadapkan pada karantina diri dengan waktu yang lama.
Lebih dari sepertiga dunia kini berada dalam kondisi karantina wilayah. Pada beberapa tempat tentara berpatroli di jalan-jalan dan jam malam diterapkan untuk menegakkan jaga jarak sosial.
Virus corona tidak mengenal batas negara, juga agama dan ideologi. Hal itu memengaruhi kita semua menurut Ko Bo Kyi.
Tinggal di rumah sendiri tentu berbeda jika dibandingkan dengan di borgol dalam sel tahanan. Kita masih bisa mengakses telepon pintar, media sosial, membeli dan membeli makanan daring. Keadaan ini tentu berbalik dengan Ko Bo Kyi saat itu yang hampir tidak memiliki kontak dengan dunia luar dan tidak diizinkan untuk membaca dan menulis.
Namun, menurutnya masih ada kesamaan. Yakni, kegelisahan karena tidak tahu berapa lama situasi ini akan berlangsung. Setiap hari kita takut dan bertanya-tanya apakah kita akan selamat dari cobaan ini.