Arsitektur hunian yang baik, sebaiknya tetap mengapresiasi arsitektur lokal dan menyesuaikan diri dengan konteks-konteks yang ada di setiap daerah.
Namun, dengan semakin modernnya teknologi dan terbukanya informasi terutama dari luar, terkadang dengan sadar atau tidak, kita dengan mudahnya mengambil atau meng-copy hal-hal dari luar ke tempat kita sendiri.
"Tidak jarang kita menganggap sesuatu yang berbau luar negeri mempunyai nilai lebih daripada yang berasal dari lokal kita sendiri, padahal belum tentu sesuai dengan konteks Indonesia," Sigit mengngatkan.
Yang harus kita lakukan adalah merefleksikan kembali elemen-elemen yang kita ambil apakah sesuai dengan konteks lokal kita.
Konteks iklim di Indonesia adalah iklim tropis lembap.
Iklim adalah konteks yang sering diabaikan, baik oleh penghuni ataupun arsitek saat mendesain bangunan rumah tinggal.
Karena pengaruh rotasi bumi, daerah tropis hanya memiliki dua musim, yaitu hujan dan kemarau.
Sebaliknya, wilayah yang jauh dari khatulistiwa, wilayah subtropis memiliki 4 musim (semi, panas, gugur, dan dingin).
Idealnya, di negara-negara tropis, termasuk Indonesia, karena mendapat/sinar matahari sepanjang tahun dan memiliki tingkat kelembapan tinggi, bangunan dirancang dengan banyak bukaan.
Apabila di negara tropis dipaksakan model bangunan berkonsep subtropis maka cenderung kurang nyaman jika tidak dilengkapi penghawaan buatan (air conditioner).
Jadi, jelaslah mengapa model bangunan, termasuk rumah tinggal, di setiap negara berbeda-beda bentuknya.