“Ada yang disebut dengan interaksi antara cahaya dengan materi biologis. Pada saat cahaya masuk dan terhalang materi, cahaya tersebut akan menembus ke dalam materi tersebut, dan semakin ke dalam akan terjadi hamburan (scattering). Dalam perjalanannya menembus jaringan, bisa juga terjadi penyerapan cahaya. Di sini terjadi transfer energi dari cahaya ke dalam materi yang dilaluinya,” Dr. rer. nat. Aulia menerangkan.
“Jika terpapar langsung, sinar UV-C dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan, menyebabkan iritasi kulit seperti ruam, sensasi terbakar, tumor, hingga memicu kanker. Sementara pada mata bisa menyebabkan katarak.”
Meski demikian, ia menegaskan bahwa selama pengguna berhati-hati agar tidak terkena paparan langsung, penggunaan UV-C sebagai alat desinfeksi tidak menimbulkan masalah kesehatan.
Ruangan, permukaan maupun benda yang didisinfeksi dengan sinar UV-C juga dapat langsung digunakan setelah lampu UV-C dimatikan atau tidak beroperasi.
Baca Juga: Dari Robot hingga Elekronik Canggih, Ini Cara Jepang Memenuhi Kebutuhan Masyarakat Modern
Memahami Cara Kerja Sinar UV-C
Dr. rer. nat. Aulia menerangkan bahwa teknologi UV-C yang banyak dipasarkan sebagai produk germicidal atau pembunuh kuman berada pada gelombang 254nm, rentang gelombang yang efektif untuk membunuh mikroorganisme.
Mekanisme de-aktivasi mikroorganisme adalah sebagai berikut: ketika sinar UV-C itu diserap secara maksimum oleh jaringan sel, ia akan memutus rantai DNA dari sel tersebut sehingga sel gagal melakukan replikasi.
Akibatnya sel tersebut tidak bisa membelah dan menduplikasikan dirinya, sehingga jumlahnya akan terus berkurang.
Dosis Paparan Harus Tepat
Agar efektif, penggunaan sinar UV-C ini harus dalam dosis paparan yang tepat.