IDEAonline –Pada akhir tahun 80-an, fungsionalisme sering menjadi bahan ejekan dunia akademik Indonesia karena dianggap mematikan kreativitas. Benarkah pernyataan tersebut?
Bicara tentang fungsionalisme pada rumah tinggal, simaklah contoh penataan ruang berikut ini.
Arsitek Eko Prawoto—pada proyek rumah tinggal bagi pasangan seniman tari di Yogyakarta—“mempertanyakan kembali” fungsi ruang tamu.
Dalam pandangan masyarakat umum selama ini, ruang tamu berfungsi untuk menerima tamu, letaknya selalu berada di bagian depan rumah di antara beberapa ruang seperti ruang tidur utama dan ruang keluarga.
Berbeda dengan pandangan umum tersebut, ruang tamu pada rumah ini dirancang sebagai sesuatu yang luwes, mudah berganti peran menjadi aula untuk menari atau tempat berkumpul dan berdiskusi.
Baca Juga: Perlukah Asuransi Apartemen dan Jenis Apa yang Sebaiknya Dipilih?
Baca Juga: Ini Alasan Kenapa Kita Butuh Lemari Built-In, yang Pasti Hemat Tempat!
Suasananya pun berkesan informal. Sebagian dilingkupi dinding masif namun masih menyisakan celah sehingga memungkinkan kontak visual dan suara dengan lingkungan luar.
Ruang-ruang untuk tidur tidak terdapat di lantai dasar. Semua ruang yang bersifat pribadi ditempatkan di lantai atas.
Sirkulasi antar-ruang berupa sebuah koridor yang menghadap lingkungan pedesaan di sekelilingnya.
Fungsionalisme: Sumber Kreativitas
Contoh di atas menjelaskan bahwa fungsionalisme bukan sekadar sebuah benda mati.
Baca Juga: Saat Pengembang Pailit, Apa Definisi dan Risikonya bagi Pembeli?
Baca Juga: Apa Beda Bunga Flat dan Bunga Efektif pada Kredit Pemilikan Apartemen?
Fungsi justru menjadi syarat dasar dari arsitektur sebagai produk desain yang harus mewadahi kebutuhan penghuninya.
Dan kebutuhan sebagai unsur pembentuk fungsi sebetulnya menawarkan keunikan yang lahir dari karakter manusia penggunanya yang selalu berbeda pada setiap individu, sehingga jelas tidak mungkin diperlakukan secara kaku.
Jangan Asal Indah
Dalam merancang hunian (khususnya bagi yang lahan dan dananya terbatas), orang biasanya mengemas agar huniannya tampak lebih indah.
Sayangnya mereka lebih mengutamakan estetika dan menganggap kebutuhan serta fungsi ruang seadanya saja.
Produk yang dihasilkan tampak indah tetapi kurang mewadahi kebutuhan sebagai personal yang unik.
Gejala yang cukup memprihatinkan saat ini adalah pemahaman akan kemewahan sebuah rumah dinilai dari penampilan dan mahalnya material yang digunakan demi sebuah status.
Persepsi ini seharusnya dibalik. Kebutuhan harus diutamakan, kemudian ditelaah sesuai kehidupan saat ini dan mendatang.
Perlu dilakukan suatu pengkajian, apakah sesuatu yang diinginkan merupakan kebutuhan ataukah keinginan? Diperlukan atau tidak diperlukan?
Dengan demikian ini bisa memberikan pandangan akan fungsi ruang yang tidak kaku namun sesuai dengan karakter penghuni.
#BerbagiIDEA #Berbagicerita #BisadariRumah #GridNetwork
Artikel ini tayang di Tabloid RUMAH edisi 83