Para ahli juga berkata bahwa teknologi tersebutramah lingkungan dan dapat bekerja di mana saja, khususnya di negara berkembang, serta tidak tergantung dengan kondisi iklim.
"Tidak ada bahan yang mahal dan penelitian tersebut benar-benar hasil dari pengamatan bagaimana udara menahan air, perubahan suhu yang terjadi dan bagaimana menemukan metode berdasarkan data yang diketahui," kata Elham Doroodchi, salah satu anggota penelitian.
Sementara itu, salah satu anggota panitia kompetisi XPRIZE mengatakan, di atmosfer terdapat lebih dari 3.000 triliun cadangan air yang belum terserap, dan jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan air manusia di dunia selama satu tahun.
Baca Juga: Tak Hanya Polusi, Pencemaran dan Krisis Air Jadi Bagian dari Dampak Perubahan Iklim
Perlu kamu ketahui,tim Hydro Harvest Operation pimpinan Moghtaderi merupakan satu-satunya wakil dari Australia yang mencapai babak final kompetisi XPRIZE yang akan diadakan di bulan Agustus 2018 nanti.
Mereka akan bersaing dengan tim dari India, Amerika Serikat dan Inggris.
Para finalis diminta untuk membuat alat yang dapat memproses minimum 2.000 liter air dari atmosfer per hari dengan menggunakan konsep yang 100 persen ramah lingkungan dan biaya yang tidak lebih dari 2 sen dollar Australia (sekitar Rp 200) per liter. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Untuk Atasi Krisis Air, Ilmuwan Ciptakan Cara Memanen Air dari Udara
#berbagiIDEA