Adapun kota Shanghai di China mencatat sekitar 27.000 kematian prematur.
Bagaimana dengan Indonesia?
Sementara itu, menurut data Greenpeace yang diterima DW Indonesia, Kamis (9/7/2020), angka kematian dini akibat polusi udara di Indonesia sejak 1 Januari 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 9.000 jiwa.
Kematian dini di Jakarta diperkirakan mencapai 6.100 jiwa, di Surabaya mencapai 1.700 jiwa, di Denpasar sebanyak 410 jiwa, dan di Bandung sebanyak 1.400 jiwa.
Kerugian ekonomi akibat buruknya kualitas udara di Indonesia juga diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah.
Greenpeace mencatat total potensi kerugian ekonomi yang dialami oleh empat kota besar di Indonesia, salah satunya yaitu Jakarta yang mencapai Rp 23 triliun atau sekitar 26 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sementara itu, potensi kerugian ekonomi akibat buruknya kualitas udara di Bandung diperkirakan mencapai Rp 5,34 triliun, di Surabaya mencapai Rp 6,35 triliun, dan sebesar Rp 1,44 triliun di Denpasar.
Kualitas udara Jakarta tidak membaik Greenpeace menilai bahwa penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena wabah Covid-19 tidak terlalu berdampak pada perbaikan kualitas udara di Jakarta.
Kualitas udara di ibu kota Indonesia itu dinilai tetap dalam kisaran yang sama bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Organisasi lingkungan tersebut mengungkapkan bahwa berdasarkan citra satelit dan analisis yang disusun CREA, tingkat polusi PM2.5 di Jakarta tetap tinggi.
Baca Juga: Aspal Bisa Menjadi Penyebab Polusi Udara saat Panas, Ini Penjelasannya