Untuk itu mereka semua bersertifikat (dulu di jaman Belanda, tukang kayu di Indonesia juga bersertifikat).
Tadao Ando, arsitek hebat Jepang saat ini tidak sekolah arsitektur, tapi setelah alih karier dari bertinju, ia memulai dengan magang menjadi tukang kayu, sekarang terlihat sebagai “ahli” beton.
Bangsa Skandinavia sangat ulet mengembangkan kayu lapis yang dapat ditekuk, dilengkung, sehingga arsitek-arsiteknya menghasilkan banyak desain mebel kayu yang fantastis, misalnya Alvar Aalto.
Kayu di rumah konvensional Indonesia lebih banyak dipakai untuk kusen pintu/jendela, tangga, dan rangka atap.
Baca Juga: Mulai Malas Bersih-bersih Sejak WFH? Jangan Lupa Bersihkan Seprai Dengan Bumbu Dapur Satu Ini!
Baca Juga: 8 Pemicu Stres Kala Lakukan WFH di Rumah! Hati-hati, Bahkan Suara TV Bisa Jadi Pemicu
Selebihnya, bisa untuk dinding, lantai, dan plafon.
Namun, sekarang ini timbul kesadaran untuk memilih pemakaian kayu yang mulai dipandang sebagai barang mewah ini—memang tergantung jenis kayunya—dengan seksama dan seperlunya.
Kita cenderung tidak menggunakan kayu untuk daerah basah seperti kamar mandi, walaupun sekarang mulai banyak orang Indonesia yang berpikir kamar mandi itu bisa kering.
Sesuai dengan prinsip “environmental sustainability” (kesinambungan, keterdukungan lingkungan) maka di Aceh rakyat diajak untuk tidak terlalu banyak menggunakan kayu untuk membangun kembali rumah mereka, tetapi dianjurkan untuk memakai bahan bangunan pengganti, agar hutan mereka tidak rusak.