IDEAOnline-Para peneliti menegaskan, produksi pangan global yang tidak berkelanjutan akan menambah ancaman perubahan iklim dunia.
Dalam beberapa dekade mendatang, diperkirakan bahwa emisi Nitrogen Oksida (N2O) akan terus meningkat sebagai akibat dari meningkatnya permintaan pangan, pakan, serat dan energi, serta peningkatan sumber dari timbunan limbah dan proses industri.
Berdasarkan sebuah penelitian tentang perubahan iklim yang diterbitkan oleh Natures telah menemukan, bahwa meningkatnya emisi N2O ini dianggap dapat membahayakan target Perjanjian Paris tentang perubahan iklim.
Penelitian itu dilakukan bersama-sama dengan konsorsium ilmuwan internasional dari 48 negara penelitian di 14 negara ,di bawah payung Proyek Karbon Global dan Inisiatif Nitrogen Internasional, di mana pemimpin penelitian tersebut adalah peneliti dari Universitas Auburn, Profesor Hanqin Tian.
Studi yang berjudul A Comprehensive Quantification of Global Nitrous Oxide Sources and Sinks (sebuah perhitungan komprehensif bersumber dan penyerapan N2O global) bertujuan menghasilkan perhitungan paling komprehensif hingga saat ini, dari semua sumber dan penyerap gas rumah kaca yang potensial.
"Ada konflik antara cara kita memberi makan dan menstabilkan iklim," kata Tian.
Baca Juga: Limbah Makanan yang Jadi Masalah, Apa Beda Food Loss dan Food Waste?
Sektor Pangan Meningkatkan N2O
Tian mengatakan dalam keterangan tertulis yang dirilis Kompas.com, bahwa meningkatnya penggunaan pupuk nitrogen dalam produksi makanan di seluruh dunia, dapat meningkatkan konsentrasi N2O di atmosfer- gas rumah kaca 300 kali lebih kuat daripada Karbon Dioksida (CO2) yang berada di atmosfer lebih lama daripada umur manusia.
Untuk diketahui, penggunaan pupuk organik di Indonesia masih sangat rendah di tahun 2019 yaitu sekitar 700 ribu ton, dibandingkan dengan penggunaan pupuk nitrogen sintesis yaitu 10 juta ton.
Emisi N2O telah meniingkat 20 persen dari tingkat pra-industri dan pertumbuhannya telah dipercepat selama beberapa dekade terakhir, karena emisi dari berbagai aktivitas manusia.