Dokter dermatologi Christine Shaver, M.D., dari Bernstein Medical Center For Hair Restoration telah melihat jenis kerontokan rambut ini pada orang yang menderita infeksi Covid-19.
Namun, ternyata banyak juga pasien yang sebenarnya tidak terinfeksi tetapi stres akibat pandemi.
Baca Juga: Gagal Nikah, Rumah Penyanyi Ini Mendadak Sepi Bak Tak Berpenghuni
"Meskipun infeksi virus corona adalah penyebab umum telogen effluvium, rambut rontok yang semakin banyak dapat terjadi akibat stres berat seperti kehilangan pekerjaan, kematian orang yang dicintai, atau perubahan besar dalam gaya hidup, seperti diet ketat atau olahraga ekstrem," kata Shaver.
Walau begitu, semua sumber stres itu terkait dengan pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum bisa ditangani.
Mengapa stres atau penyakit membuat rambut rontok?
Ketika tubuh mengalami hal-hal lain untuk difokuskan, seperti mengatasi stres ekstrem atau melawan penyakit, sebagian rambut IDEA lovers
memasuki fase istirahat agar tubuh dapat fokus pada tugas yang lebih penting.
Kemudian, di saat tubuh kita siap memulai kembali pertumbuhan rambut, pertumbuhan rambut baru tersebut dapat mendorong rambut lama.
Seringkali, rambut akan rontok tiga hingga enam bulan setelah memasuki fase istirahat.
Jadi, jika IDEA lovers mengalami kejadian besar pada hidup kita di bulan Maret, bisa jadi kita baru melihat efeknya di bulan Agustus.