Follow Us

Pengembang Besar Pilih Arsitek Asing Ketimbang Lokal

Devi F. Yuliwardhani - Rabu, 26 Maret 2014 | 10:00
Pengembang Besar Pilih Arsitek Asing Ketimbang Lokal
Devi F. Yuliwardhani

Pengembang Besar Pilih Arsitek Asing Ketimbang Lokal

Hal ini diperkuat Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, M Aprindy. Ia mengatakan, untuk proyek-proyek yang dikembangkan anak usahanya, Adhi Persada Properti, arsitek lokal adalah pilihan utama.

"Mereka kuat dalam desain dengan identitas lokal dan mampu memadukannya dengan desain modern. Kami biasa menggunakan arsitek lokal yang masuk lima besar secara nasional," katanya.

Direktur Utama PT Hutama Karya Realtindo, Putut Ariwibowo, berpendapat senada. Menurutnya, arsitek lokal tidak kalah dengan asing. "Lagipula kami ingin mengadopsi identitas lokal, karena konsumen kami juga lokal. Mereka expert dalam memahami keinginan konsumen lokal, dalam arti mampu mempertemukan size dan demand. Kami belum akan mengembangkan properti untuk orang asing. Selama ini, kami puas dengan hasil kerja arsitek lokal," cetus Putut.

Aboday adalah bendera domestik yang kerap berkolaborasi dengan Hutama Karya Realtindo. Mereka, kata Putut, diberikan apresiasi senilai antara Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar sesuai ukuran proyeknya. Jika proyek skala menengah atau kecil, jasa yang harus dibayar sebesar Rp 900 juta.

Sementara untuk proyek HK Realtindo di lokasi premium CBD dengan segmen kelas atas, Putut mempertimbangkan untuk memilih arsitek asing. Pasalnya, mereka dianggap lebih memahami bagaimana sebuah desain properti yang modern sekaligus memenuhi kaidah pembangunan berkelanjutan yang akhir-akhir ini menjadi concern para penyewa dan pembeli kalangan atas.

Cara berfikir harus berubahBaik Jopy, Sinarto, Stefanus, maupun Putut, sepakat, bahwa jika arsitek lokal ingin menjadi pilihan utama para pengembang (user), maka mereka harus mengubah cara berfikir, sistem kerja, profesionalitas, dan kecepatan menghasilkan karya dengan baik.

"Mereka harus memahami perubahan zaman, perubahan gaya hidup, dan juga perubahan perilaku manusianya. Ini menjadi kelemahan mendasar arsitek lokal. Bagaimana mau menjadi pilihan para pengembang, bila mereka hanya berkutat dalam cara berfikir yang sempit. Cara berfikir konvensional hanya akan menghasilkan porsi membuat skematik desain, detail desain, dengan bayaran hanya Rp 2 miliar, sementara asing justru memikirkan konsep dengan bayaran Rp 10 miliar," urai Dosen Arsitektur Institut Teknologi Bandung, Baskoro Tedjo.

Foto: Dok. MVRDV

Sumber: Kompas.com

Editor : iDEA

Latest