"Meski Surabaya juga memiliki kasus banyak, jumlahnya jauh lebih rendah dibandingkan Jakarta," imbuhnya.
Metode penelitian Dalam kajian ini, dikatakan Supari, metode penelitian yang digunakan adalah uji korelasi dan analisis regresi.
Pada uji korelasi, ada 10 lag time dari 0 sampai 10. 0 artinya data Covid-19 hari ini dihubungkan dengan data cuaca hari ini.
"Sementara lag 1 artinya hari kemarin, dan seterusnya," terang Supari.
Dari diagram di atas, garis merah paling atas (dalam tabel lag correlation) yang menandai korelasi temperatur dengan angka kasus menunjukkan bahwa temperatur korelasinya positif dan kecenderungannya semakin lama semakin kecil.
"Kita lihat, korelasi paling tinggi ada di H-5 atau data Covid-19 hari ini lebih terkait dengan kondisi cuaca lima hari lalu," jelasnya.
Namun pada korelasi kelembapan udara dengan angka kasus Covid-19 menunjukkan korelasi negatif, dengan puncak juga ada di H-5.
"Sehingga kami menyimpulkan dari data ini bahwa mungkin ini adalah waktu yang diperlukan (H-5) untuk sebuah uji corona didapatkan hasilnya. Atau mungkin ini adalah representasi dari masa inkubasi," ungkapnya.
Kemudian pada analisis regresi menunjukkan bahwa naiknya suhu diikuti oleh naiknya kasus Covid-19 di kota tersebut.
Dari kajian ini, Supari berkata bahwa analisis tersebut sesuai dengan temuan ilmuwan China dan Jerman.