Follow Us

Hai Anak Muda, Bingung Cari Konten Sosmed tentang Kepedulian pada Bumi? Intip Ide Ini Yuk!

Johanna Erly Widyartanti - Senin, 31 Januari 2022 | 16:00
Peduli bumi ala kaum muda dalam pembuatan konten sosmed.
blog mokapos

Peduli bumi ala kaum muda dalam pembuatan konten sosmed.

Gunakan hasil hutan yang didapat dengan ramah lingkungan adalah wujud peduli bumi.
environment indonesia center

Gunakan hasil hutan yang didapat dengan ramah lingkungan adalah wujud peduli bumi.

“Jangan takut punya ide yang berbeda. Konten yang datar-datar saja tidak akan dilirik orang. Gunakan hashtag yang sedang trending, karena sangat berpengaruh di TikTok dan Instagram, contohnya #UntukmuBumiku. Ikuti pula momen peringatan hari besar, misalnya Hari Bumi, karena media sosial juga punya concern tentang hari-hari besar seperti itu. Jika memuat topik yang berkaitan dengan hari besar, ada kemungkinan konten kita dimunculkan di timeline orang-orang,” kata Ira, yang menggunakan lagu-lagu yang sedang viral dalam konten TikTok-nya.

4. Memanfaatkan hasil hutan yang ramah lingkungan.

Hutan Indonesia menyimpan banyak bahan makanan dan bahan alami untuk keseharian kita.

“Misalnya, gula aren dan buah tengkawang yang bisa dijadikan body lotion. Saat membeli hasil hutan, kita membantu meningkatkan kesejahteraan produsen, yang merupakan masyarakat di sekitar hutan. Selain itu, para produsen yang peduli akan hutannya sebagai tempat untuk mencari bahan baku produk akan menjaga hutan dengan cara tidak menebang pohon atau mengalihfungsikan hutan,” kata Tian.

Ira kecil, karena rumahnya bertetangga dengan hutan, kerap mencari berbagai hasil hutan, seperti daun pakis dan rebung untuk dijadikan sayur. Ira juga sangat terbiasa bertemu binatang-binatang hutan, seperti monyet, biawak, kijang, kancil, burung hantu, ataupun ular.

Baca Juga: Save the Children: Anak-Anak adalah Kelompok Paling Terdampak dari Krisis Iklim

5. Biasakan jalan kaki

Untuk menjangkau tempat yang jaraknya dekat, Ira lebih suka berjalan kaki, misalnya ke minimarket atau warung. Di antara rekan kerjanya pun ada budaya nebeng, agar tidak setiap orang membawa kendaraan.

Ia kerap geregetan melihat orang yang sedikit-sedikit mengeluarkan motor, padahal jarak yang dijangkaunya dekat saja.

“Mahasiswa saya juga lebih memilih naik ojek atau odong-odong (sebutan untuk angkot yang beroperasi di sekitar kampus).

Padahal, kalau jalan kaki hanya 10 menit dari gerbang utama. Saya dulu juga selalu jalan kaki ke kampus. Selain mengurangi polusi udara, bisa hemat juga, kan?” kata Ira, yang senang naik gunung, tapi kini tak lagi punya waktu.

Editor : iDEA

Latest