Hasil simulasi kasus menunjukkan ketika seseorang batuk di area ruangan dengan tingkat kelembapan berbeda, yaitu 30% dan 60%, memperlihatkan bahwa jumlah partikel droplet yang tersuspensi di udara di sekitar orang dengan tingkat kelembapan ruangan 60% jauh lebih sedikit dan droplet akan langsung jatuh dan menempel pada permukaan meja.
Namun ketika seseorang berada dalam area ruangan dengan tingkat kelembapan 30%, droplet akan tetap melayang dan tersuspensi di udara.
Organisasi yang memverifikasi untuk tahap ini adalah Departemen Teknik Mesin dan Sistem, Institut Teknologi Kyoto.
Hasilnya, ditegaskan bahwa pada kelembapan relatif 60%, partikel droplet yang mudah dihirup jauh lebih sedikit dan langsung jatuh serta menempel ke atas permukaan meja, sedangkan pada tingkat kelembapan 30%, droplet tetap tersuspensi di udara di sekitar orang tersebut.
2. Verifikasi kedua
Berdasarkan hasil ini, Sharp menganggap penting untuk memverifikasi jika tingkat kelembapan 60% memiliki efek terhadap pengurangan jumlah SARS-CoV-2 yang jatuh dan menempel pada permukaan hingga mampu mengurangi risiko penularan virus di udara melalui tetesan droplet.
Baca Juga: Tak Harus Dirawat di RS tetapi Syarat Ini Wajib Dipenuhi jika Ingin Isoman di Rumah
Selanjutnya, karena sebagian besar droplet penyebab infeksi penularan virus berasal dari air liur, Sharp mengukur dan membandingkan titer infeksi di area dengan tingkatan kelembapan 60% antara SARS-CoV-2 yang dicampur dengan media cair yang biasa digunakan untuk pengujian virus dan SARS-CoV-2bercampur air liur.
Hasil penelitian menunjukkan titer virus menular pada media cair tersisa kurang dari 1% setelah 2 jam, sedangkan pada media air liur, sekitar 56% tetap utuh.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terbukti jika efektivitas teknologi Plasmacluster diverifikasi dapat mengurangi titer infeksi penularan termasuk varian baru lebih dari 99,4%.